Upaya Menyajikan Kedalaman di Era Kecepatan (Ulasan Buku Sesisir Pisang di Surga)
Media cetak punya keterbatasan ruang untuk memuat sebuah tulisan, sementara media daring relatif tidak. Hal ini menjadi keunggulan media daring dibandingkan dengan media cetak.
Kita bisa memuat tulisan-tulisan naratif yang relatif panjang tanpa khawatir kehabisan halaman. Karena tidak dibatasi ruang, media daring memungkinkan media massa menulis hal-hal menarik, yang selama ini luput dari perhatian lantaran dianggap tak memiliki nilai berita yang cukup.
Namun, media daring juga punya jebakannya sendiri: kecepatan waktu. Oryza A. Wirawan menggambarkan hal ini dengan sangat baik pada tulisannya di buku ini, Membekuk Noordin di Jagat Dotcom.
Noordin M. Top adalah gembong teroris yang sangat diburu. Saat ada desas-desus dia berhasil ditangkap, sontak media daring berlomba-lomba menurunkan beritanya secepat mungkin.
Kalah cepat sedikit saja, bisa-bisa berita yang ditayangkan sudah basi. Hal ini menjadikan media daring terkadang mengesampingkan disiplin verifikasi dan berusaha main aman.
Misalnya, Detik.com yang dalam pemuatan berita penangkapan Noordin M. Top menggunakan kata 'dikabarkan' tanpa menyebuat siapa yang mengabarkan penangkapan itu.
Bill Kovach dalam bukunya tentang sembilan elemen jurnalisme mengatakan bahwa disiplin verifikasi adalah hal yang memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi, atau seni.
Melalui verifikasi, wartawan harus membuka sebanyak mungkin sumber berita untuk mengungkap sebuah peristiwa. Akan tetapi, verifikasi membutuhkan waktu yang relatif tidak singkat. Sedangkan media daring selalu diburu tenggat waktu jam, menit, bahkan detik.
Penayangan berita penangkapan Noordin M. Top dan berita lanjutannya adalah contoh bagus persaingan kecepatan antara Detik.com dan Okezone.com. Pertanyaannya, bagaimana cara reporter mereka melakukan verifikasi dalam waktu yang sedemikian singkat itu?
Tenggat waktu yang demikian singkat itu membuat media massa daring terjebak dalam apa yang disebut Oryza 'cerita kulit yang kurang mendalam' berupa tulisan pendek-pendek, beberapa ratus kata, hanya bercerita kronologi tanpa substansi.
Oryza tak ingin terkena jebakan kecepatan ini. Ia menyukai cerita-cerita dan narasi, esai-esai Goenawan Mohamad yang reflektif dan reportase naratif Gay Talese, Susan Orlean maupun reporter-reporter lainnya. Ia ingin menggabungkan dua hal tersebut dalam satu tulisan: esai dan reportase naratif. Buku Sesisir Pisang di Surga adalah hasilnya.
Di dalam buku tersebut ada 25 tulisan dengan berbagai tema yang semuanya pernah dimuat dalam media daring, mulai dari beritajatim.com, manifesto-padi.blogspot.com, dan pantau.or.id. Tulisan-tulisan dalam buku ini menyajikan hasil reportase Oryza dalam banyak tema yang sebagian besar tentang ragam persoalan di Jawa Timur terutama di Jember.
Sesisir Pisang di Surga sendiri adalah salah satu judul tulisan di buku ini yang berisi kisah nyata seorang perempuan tua yang berharap memperoleh rukuh bekas pakai. Rukuh adalah perangkat alat salat khusus perempuan.
Ada Hikayat Pesanggem yang mengulas secara mendalam kehidupan orang-orang yang bergantung pada hutan di lereng Gunung Argopuro.
Tulisan-tulisan dalam buku ini sangat bergam. Ada tulisan berjudul Prosalina yang isinya tentang ketegangan sidang terdakwa kasus korupsi yang disiarkan langsung melalui radio. Ada tulisan tentang pasang surutnya industri gula, industri tembakau, sampai industri kopi arabika.
Tulisan yang bagi saya menarik adalah Bonek dan Sebuah "Awayday" Kemanusiaan di NTB. Saat mendengar kata bonek, mungkin banyak dari kita yang langsung terpikir tentang kerusuhan dan keonaran karena memang itulah yang kerap ditampilkan media massa kepada kita.
Lewat tulisan ini, Oryza menyibak sisi lain bonek yang jarang kita tahu yang barangkali akan mengubah cara kita melihatnya dikemudian hari.
Tulisan yang juga tak kalah menarik buat saya adalah yang berjudul Hujan di Sana, Banjir di Sini yang berisi gambaran menegangkan saat banjir bandang menerjang sebuah kota kecil Bondowoso.
Orang-orang yang kehilangan rumahnya, kehilangan saudara, anak, harta benda karena banjir membuat hati siapa saja pilu. Namun, di sana juga ada ketabahan yang menggetarkan hati.
Dalam tulisan ini, Oryza berhasil merangkai fakta-fakta yang dia temui di lapangan, yang kemudian ia narasikan dengan pengalamannya sendiri dan interpretasi reflektifnya, sehinga hasilnya bukan berupa berita kering yang membosankan melainkan cerita naratif yang dalam, menegangkan, sekaligus mengharukan.
Kendati tulisan-tulisan dalam buku ini berisi fakta-fakta yang bejibun, membacanya akan tetap menyenangkan berkat kemampuan Oryza merangkainya menjadi sebuah bacaan yang apik sekaligus mendalam, yang akan memberikan perspektif lain pada pembaca, dan memperkaya sudut pandang kita dalam melihat suatu masalah, seremeh apapun.
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!