Menata Ulang Cara Pikir (Ulasan Buku Dasar-Dasar Logika)

Hari ini, saya menyelesaikan membaca buku Dasar-Dasar Logika yang ditulis Eugenius Sumaryono. Meski buku ini tergolong tipis, saya butuh waktu tiga hari untuk menyelesaikannya. Hal ini karena saya mengulang-ulang apa yang saya baca supaya memahami isinya.

Sumaryono mengawali pembahasan dalam bukunya dengan mengungkapkan berbagai fenomena sesat pikir. Ada tigabelas fenomena sesat pikir yang diungkapkannya dalam pendahuluan di buku ini.

Ternyata banyak juga, pikir saya. Jangan-jangan selama ini, saya sering sesat pikir.

Karena saya sering menulis, saya jadi lebih tertarik dengan fenomena-fenomena sesat pikir ini. Pasalnya, ini erat kaitannya dengan argumen. Barangkali, lewat tulisan-tulisan saya, saya mengemukakan argumentasi yang dihasilkan dari pemikiran yang sesat. Wkwk.

Di bagian pembuka buku ini, saya berharap penulis menyajikan banyak contoh dari kehidupan nyata terkait fenomena sesat pikir. Tapi, rupanya tidak. Hal ini membuat rasanya buku ini jadi sangat berat. Otak saya yang pas-pasan ngos-ngosan. Untunglah saya memang sedang berminat mempelajari tentang sesat pikir. Jadi, meskipun berat tetap saya baca. Meski harus saya ulang-ulang.

Saya membaca sambil mengangan-angan, kira-kira contoh di dunia nyata seperti apa. Salah satu yang cukup mudah saya pahami adalah argumentum ad hominem, yang bila diterjemahkan berarti argumen yang diarahkan untuk menyerang manusia secara langsung, alih-alih menyerang gagasannya. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap individu atau kelompok yang menyatakan sebuah argumen.

Contoh sesat pikir ad hominem saya temukan di postingan Facebook dan komentar-komentarnya. Ada seorang berinisial MM yang menulis teguran untuk Nahdatul Ulama terkait salat tarawih yang dilaksanakan super cepat. Menurutnya itu tidak tumakninah dan mengurangi kualitas salat.

Saya tidak terlalu tertarik dengan apa yang ditulis MM sebab itu sudah hal yang biasa. Saya tertarik dengan komentar warganet.

Ada banyak sekali yang langsung menyerang MM dari sisi personalnya, alih-alih membantah argumennya. Salah satunya adalah yang mengatakan kalau MM tidak belajar ngaji. Kalau pun belajar pasti lewat google. Ilmunya tidak sampai. Ini tak ada hubungannya dengan argumen yang ditulis oleh MM. Inilah yang disebut sesat pikir ad hominem.

Di antara banyaknya komentar warganet itu, ada pula yang menyerang argumen MM.

MM menulis kalau di antara tanda Ridho Allah adalah membiarkan jasad seseorang yang soleh tetap utuh. Argumen ini dibantah dengan mudah dengan sebuah pertanyaan: bagaimana dengan jasad Fir’aun yang sampai sekarang masih utuh?

Harusnya beginilah cara berdebat. Membalas argumen dengan argumen. Kalau perdebatannya seperti ini, pasti akan lebih seru dan terhindar dari perilaku menghujat orang lain.

Itu sekelumit pengalaman mencari sendiri contoh untuk teori dalam buku ini. Sekarang saya mau kembali ke pengalaman membaca buku ini.

Setelah menjelaskan berbagai fenomena sesat pikir, penulis kemudian membahas bahasa. Pada bagian ini saya membaca agak cepat karena sudah pernah membaca di buku lain dan sudah pernah mempelajarinya saat kuliah.

Tiba pada bagian inti, yaitu penalaran dan penyimpulan. Di bagian ini penulis lebih banyak menghadirkan contoh-contoh. Namun, contoh-contoh itu diletakkan setelah pembahasan materi sehingga agak sulit bagi saya untuk memahaminya. Selain itu, hanya sedikit sekali contoh-contoh yang dibahas. Penulis menjabarkan materi, lalu memberi contoh. Selesai.

Saya harus menelaah sendiri contoh-contoh itu. Mungkin, penulis memang sengaja tidak memberi penjelasan supaya pembaca menalar sendiri contoh-contoh yang disajikannya.

Sebenarnya, saya sudah pernah belajar silogisme di SMA. Namun, saat itu saya tidak tahu apa gunanya belajar silogisme. Saya tidak tahu bahwa saya sedang belajar cara bernalar. Kalau saya tahu, mungkin saya serius mempelajarinya, atau mungkin juga tidak.

Kekurangan buku ini terletak pada tidak efektifnya kalimat yang digunakan penulis. Saya menemukan banyak sekali pengulangan kata dalam kalimat di buku ini, padahal sebenarnya kata yang diulang itu bisa dihilangkan dan tidak mengubah makna kalimat.

Kelebihan buku ini yaitu di bagian akhir buku, penulis menyediakan latihan yang cukup banyak buat pembaca sekaligus kunci jawabannya.

Saya senang dapat menyelesaikan buku ini. Buku ini menambah pengetahuan saya dan mungkin bisa meningkatkan cara berpikir saya. Mungkin suatu saat nanti saya akan memperoleh manfaat lain dari apa yang saya baca ini.

Salam

 

Komentar

Postingan Populer