Membuang Kemunafikkan Menyemai Kejujuran! Ulasan Buku Botchan Karya Natsume Soseki

Aku telah menjadi guru selama tiga tahun. Meski belum lama, namun waktu tiga tahun cukup bagiku untuk tahu karakter orang-orang di tempatku mengajar, dari karakter guru hingga siswa. 

Karakter yang paling tidak kusukai adalah bermuka dua. Ya, di tempatku mengajar ada yang karakternya seperti ini. Orang yang berkarakter seperti ini biasanya suka membicarakan keburukan orang lain dibelakang. Di agamaku perilaku semacam ini disebut gibah. 

Kalau sedang bersama si A orang ini akan membicarakan keburukan si B. Kalau sedang bersama si B dia membicarakan keburukan si A. Dari depan dia menampakkan persahabatan. Dari belakang dia bersiap menjatuhkan kita. 

Aku pernah bekerja di beberapa tempat dan selalu menemukan orang berkarakter seperti ini. Berhati-hatilah dengan orang seperti ini jika Anda mengenalnya. 

Karakter lain yang juga sangat menyebalkan adalah suka melempar kesalahan kepada orang lain. Ini adalah sifat pengecut karena tak mau bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. 

Karakter buruk lainnya yang kerap kutemui antara lain terlambat ke sekolah, suka mengobrol ngalor-ngidul di jam kerja dengan obrolan yang tak berfaedah, meninggalkan kelasnya sendiri, tidak berkompeten di bidangnya, suka membentak siswa, berbohong, suka menjilat, dan masih banyak lagi. 

Karakter siswa tak kalah buruk dari karakter guru. Ada yang langganan terlambat, suka berbicara kasar dan kotor, tidak tahu cara menghormati orang lain, minum-minuman keras, merundung siswa lain, dan sebagainya. Kalau diteruskan, tulisan ini mungkin isinya cuma kenakalan-kenakalan siswa saja. 

Tokoh-tokoh dalam novel Botchan punya karakter yang tak jauh berbeda dari karakter yang kutemukan di tempatku bekerja. 

Novel Botchan menarik sebab menjadi semacam refleksi diri buatku yang bekerja sebagai seorang guru. 

Novel ini mengisahkan seorang bocah yang diberi julukan Botchan oleh pengasuhnya yang bernama Kiyo. Kelak ketika dewasa ia pindah dari Tokyo ke daerah pedesaan untuk menjadi seorang guru matematika. 

Sejak masih kecil, Botchan punya sikap terus terang yang sering membuatnya berada dalam masalah. Menurut Kiyo, sikap terus terangnya ini kelak membuat dia menjadi orang besar. Kiyo bahkan yakin sekali bahwa kelak Botchan bisa membeli rumah besar bak istana dan mereka akan tinggal di dalamnya. 

Sikap terus terang Botchan ini menyusahkan tak hanya dirinya, tapi juga menyusahkan orang lain. Di rumah, ia terlibat masalah dengan ayahnya. Di sekolah ia terlibat masalah dengan teman-teman dan gurunya. 

Ia pernah melompat dari lantai dua gedung sekolah hanya gara-gara dibilang pengecut tak punya nyali oleh teman-temannya. 

Sikap terus terangnya ini ternyata melekat pada dirinya sampai ia dewasa. Seperti halnya waktu ia masih kecil, ia juga terlibat masalah gara-gara sikap terus terangnya ini. Ia terlibat masalah dengan anak didiknya dan dengan rekan kerja sesama guru di tempatnya mengajar. 

Ia pernah dikerjai siswa saat bertugas jaga malam di asrama siswa. Ketika dia hendak tidur, kasur yang ada di kamarnya dipenuhi dengan belalang. 

Ia marah besar dan bertekat akan menghukum siswa yang melakukannya. Namun, apa daya, ia tak punya bukti meski kalau dipikir dengan akal sehat sudah jelas siswa yang melakukannya. 

Kejadian di asrama siswa ini kemudian diketahui oleh semua orang di sekolah. Ia lantas menjadi bahan tertawaan guru-guru lain. 

Botchan sangat menyayangkan sikap kepala sekolah, yang alih-alih menghukum siswa di asrama saat itu juga malah mengajak rapat para guru terlebih dahulu. Menurutnya, sudah jelas siswa yang salah. Rapat para guru hanya buang-buang waktu dan malah menunjukkan kelemahan pihak sekolah. 

Kepala sekolah telah bersikap lembek, begitu kata Botchan. Dan, terbukti hasil rapatnya memang mengecewakan Botchan. Siswa di asrama hanya diberi teguran belaka, tanpa dihukum. Alasan tak dihukumnya siswa karena kepala sekolah takut hal ini nantinya diketahui oleh orang-orang luar dan membuat citra sekolah jadi buruk. 

Kalau dipikir-pikir, hal ini mirip dengan situasi pendidikan di Indonesia secara umum. Institusi pendidikan, khususnya sekolah, kerap tak mau menerima siswa yang dianggap bermasalah karena takut memperburuk citra sekolah. 

Kalau ada siswa yang kedapatan melanggar peraturan yang cukup berat, sekolah lebih suka mengeluarkan siswa itu dari pada membimbingnya. Padahal, sudah tugas sekolah untuk membimbing siswa-siswanya menjadi manusia yang lebih baik. Mengeluarkan siswa dari sekolah adalah tindakan cuci tangan dan tak mau repot. Nama baik sekolah lebih penting dari pada tugas utama sekolah. Ya, begitulah. 

Tak hanya dengan para siswa, Botchan juga mendapat masalah dengan para guru, terutama yang tak menyukai sikapnya yang sangat terus terang. Ia dan temannya yang bernama Hotta diadu domba. Ia bahkan difitnah memprovokasi siswa untuk menyerbu sekolah lain hingga turun berita di koran setempat. Padahal yang sesungguhnya terjadi ia dan Hotta berusaha menghentikan tawuran itu. 

Selain para guru dan siswa, Botchan juga dapat masalah dengan pemilik penginapan di mana dia tinggal. Pemilik penginapan adalah seorang yang suka menjual barang-barang antik. Setiap hari ia menawarkan barang antik kepada Botchan dan setiap hari pula Botchan menolak dengan terus terang. Karena sikapnya itu, pemilik penginapan geram dan mengusirnya dari penginapan dengan mengatakan kalau Botchan telah berprilaku tidak sopan kepadanya. 

Permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dengan orang-orang membuatnya ingin kembali ke Tokyo menemui Kiyo. Baginya, meskipun Kiyo hanya wanita tua, tapi dia lebih mulia dari orang-orang yang dia temui di tempatnya mengajar. Menurutnya, sekarang orang-orang mendorong sesamanya untuk berperilaku tidak jujur. Orang-orang sekarang beranggapan bahwa tanpa berpura-pura siapapun tak akan menuai kesuksesan. Siapa yang paling ahli berpura-pura dialah yang paling sukses mencapai kedudukan di kehidupan. 

Novel Botchan menyuguhkan kemunafikan-kemunafikan para pelaku pendidikan di zaman itu, tapi bisa kita gunakan untuk berkaca di hari ini. Kondisi para pendidik di Indonesia saya kira tak jauh beda dengan apa yang digambarkan pada novel ini. Ada yang berkarakter jujur dan terus terang serta tetap menjaga integritas seperti Botchan. Ada pula yang busuk dan munafik seperti tokoh-tokoh lain dalam novel ini. 

Dalam dunia pendidikan kita, kemunafikkan memang nyata adanya. Lihat saja, para guru mengajarkan siswanya untuk tidak terlambat, tapi kita kerap lihat guru-guru datang terlambat. Para guru menyuruh siswanya rajin belajar, sementara kita tahu hanya sedikit guru yang masih terus belajar memperbarui ilmu dan diri mereka. 

Sudah diketahui umum bahwa pendidikan kita saat ini memang masih terpuruk. Faktornya banyak: kurangnya pemerataan pendidikan, mahalnya biaya, kualitas guru yang asal-asalan, kesejahteraan guru yang terabaikan, siswa yang suka bermalas-malasan, rendahnya tingkat literasi, kurangnya kesadaran masyarakat di daerah pedesaan, dan berbagai faktor lain. 

Novel Botchan bisa menjadi semacam cermin untuk para guru atau para pegiat pendidikan atau bahkan kita sebagai individu. Lewat keterusterangan tokoh utamanya, Botchan, kita seperti diajak untuk membuang kemunafikan-kemunafikan yang melekat pada diri kita. Setelah itu, menyemai benih-benih kejujuran di dalam diri kita. 

Info buku:

Judul: Botchan

Penulis: Natsume Soseki

Penerjemah: Indah Santi Pratidina

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2009, Cetakan ketujuh, Februari 2017

Tebal: 224 halaman

ISBN: 978-602-03-3167-6


Label:

Ulasan Buku l Tips l Pendidikan Anak l Unduh l Pendidikan l Loker Guru l Sambung Kata l Cerpen l Info Guru 

Baca ulasan lain di blog ini: 

REVIEW BUKU LEARNING HOW TO LEARN: MEMPELAJARI KETERAMPILAN YANG SANGAT PENTING DI ABAD 21

REVIEW BUKU A BRIEF HISTORI OF TIME; PERTANYAAN-PERTANYAAN BESAR UMAT MANUSIA DAN UPAYA MENJAWABNYA

ULASAN BUKU BH KARYA EMHA AINUN NADJIB: NARASI ORANG-ORANG TERPINGGIRKAN

REVIEW BUKU PERFUME: THE STORY OF A MURDERER; SEBUAH USAHA MENEGASKAN EKSISTENSI

REVIEW BUKU GENTLE DISCIPLINE; SEBUAH UPAYA MENDISIPLINKAN ANAK DENGAN LEMBUT

ULASAN BUKU FILOSOFI TERAS: HIDUP KALEM BERSAMA FILOSOFITERAS

ULASAN BUKU SEBUAH SENI UNTUK BERSIKAP BODO AMAT; MENINJAUULANG NILAI YANG KITA HIDUPI

ULASAN BUKU THE DANISH WAY OF PARENTING: CARA MEMBESARKANANAK YANG TANGGUH DAN BAHAGIA SEPERTI ORANG DENMARK








Komentar

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar Anda!

Postingan Populer