Gabriela, Cengkih, dan Kayu Manis; Riwayat Kota yang Sedang Mekar dan Laki-lakinya yang Suka Gosip
Lewat buku Gabriela, Cengkih, dan Kayu Manis ini,
Jorge Amado menceritakan dengan detail yang menakjubkan tentang sebuah kota
kecil bernama Ilheus yang sedang mekar dan orang-orangnya yang gemar bergosip,
terutama laki-lakinya. Kota kecil Ilheus mulai berkembang pesat setelah
kedatangan tanaman kakao yang sangat menguntungkan.
Para laki-laki saling tembak dengan revolver dalam
persaingan membuka hutan untuk menanam kakao. Yang paling kuatlah yang akan
bertahan dan menjadi juragan kakao kaya raya, yang dalam buku ini disebut
kolonel. Namun, itu sudah berlalu. Gaung tembakan-tembakan terakhir sudah
memudar, tahun-tahun heroik telah usai.
Ilheus memasuki masa kemakmuran dengan membawa
serta warisan masa lalunya berupa kebiasaan berjudi, mabuk-mabukan, unjuk
keberanian, bergosip, menenteng revolver, dan menyelesaikan masalah dengan
kekerasan. Tak ketinggalan, hukum-hukum yang tak tertulis, misalnya hukum yang
mengharuskan suami yang dikhianati untuk mempertahankan kehormatan dengan
membunuh semua pengkhianatnya.
Kemakmuran Ilheus perlahan membawanya pada
kemajuan. Jalan raya dibangun, bus didatangkan dari Rio, gedung-gedung bioskop
bermunculan, bar, kabaret, rumah-rumah dengan arsitektur menawan, klub-klub
sastra, klub kemajuan, koran-koran diterbitkan—Ilheus berubah.
Sayangnya, cara pikir dan cara pandang penduduknya
berevolusi lebih lambat. Sebagian menyambut kemajuan dengan tangan dan pikiran
terbuka. Sebagian lain tetap memegang teguh warisan masa lalu. Akibatnya,
terjadi konflik hampir di setiap aspek kehidupan.
Dalam hal menentukan penduduk Ilheus sejati,
muncul perdebatan yang sengit. Mengacu pandangan masa lalu, penduduk Ilheus
sejati adalah yang lahir, hidup, dan mati di sana. Namun, pandangan ini seiring
waktu tergerus.
Ilheus yang terus berkembang menarik orang-orang
dari luar daerah dan seiring waktu menjadi masyarakat yang heterogen. Pandangan
masyarakanya mulai berubah. Penduduk sejati Ilheus adalah orang-orang yang
berkomitmen dan berkontribusi mengembangkan wilayah itu. Sayangnya, pandangan
ini tak begitu saja diterima oleh semua orang.
Mundinho Falcao, yang datang dari Rio, telah
melakukan banyak hal untuk Ilheus. Dia membangun jalan raya, mendatangkan bus,
membuka bank-bank, mengekspor kakao, menerbitkan koran, dan banyak lagi. Namun,
karena dia tak lahir di Ilheus, dia dihalang-halangi ketika ingin memimpin
wilayah itu. Dia dianggap bukan siapa-siapa. Bukan penduduk sejati Ilheus. Untunglah
ada orang-orang yang mendukungnya dan perlahan dia menjadi oposisi yang
menentang status quo Kolonel Ramiro Bastos yang telah memimpin wilayah itu
selama bertahun-tahun.
Perebutan kekuasaan antara Kolonel Ramiro Bastos
dan Mundinho Falcao adalah simbol pertarungan antara cara-cara lama dari masa
lalu dan cara baru yang dianggap lebih beradab dari masa kini. Kolonel Ramiro
Bastos mengandalkan letusan revolver sedangkan Mundinho mengandalkan artikel-artikel
dalam korannya.
Relasi antara laki-laki dan perempuan juga tak
luput dari sentuhan kemajuan. Ada Malvina, anak perempuan kolonel Melk Tavares yang
tak mau tunduk pada nilai-nilai lama. Dia menyadari banyak hal terkait
pernikahan. Baginya, pernikahan adalah sangkar yang akan menjeratnya. Ada
ketidakadilan di sana.
Kaum laki-laki bisa tidur dengan wanita-wanita
lain meski mereka sudah beristri. Sedangkan kaum perempuan yang sudah bersuami
harus ditembak mati jika tidur dengan laki-laki lain.
Tindakan-tindakan Malvina mencerminkan perlawanan.
Ketika orang-orang menolak berbelasungkawa atas kematian Sinhazinha yang
dibunuh karena berselingkuh, Malvina dengan keberaniannya justru datang dan membawa
bunga untuk Sinhazinha.
Semua orang tahu bahwa suami Sinhazinha sudah tua,
kasar, dan tak peduli terhadap istrinya. Dalam hati mereka bersimpati atas
tragedi kematian Sinhazinha. Namun, yang mereka tunjukkan adalah dukungan
terhadap suami Sinhazinha. Tindakan Malvina adalah sebuah pertanyaan besar atas
makna keberanian sejati bagi para laki-laki Ilheus.
Ilheus mengalami banyak peristiwa-peristiwa
penting selama masa transisi menuju kemajuannya. Ditembaknya Wali Kota Itabuna,
matinya dokter gigi yang terpelajar, Gloria yang kesepian di balik jendelanya,
peristiwa perselingkuhan, datangnya kapal keruk untuk membangun pelabuhan,
penyerangan kantor redaksi koran Ilheus, dan masih banyak lagi. Semua itu
menjadi bahan bergunjing bagi para laki-laki di Bar Vesuvius milik laki-laki
keturunan Arab bernama Najib.
Orang-orang penting maupun para pekerja perkebunan
kakao gemar mendatangi Bar Vesuvius untuk bergunjing di sana. Di sana pula
Gabriela berada.
Gabriela adalah tukang masak Najib, seorang
perempuan mulato (Afrika-Amerika) yang ditemukan Najib di pasar budak dalam
keadaan tubuhnya dipenuhi debu. Gabriela datang dari wilayah selatan yang
kering dan tandus dan tak memiliki apa-apa. Dia miskin dan sebatang kara. Dia bahkan
tak memiliki keinginan untuk hidup kaya. Dia datang ke Ilheus, hanya untuk
bertahan hidup.
Awalnya Najib sangat menyangsikan kemampuan
Gabriela dalam memasak. Tapi, dia tak punya pilihan lain. Dia membawa Gabriela dan
alangkah terkejutnya dia tatkala debu-debu telah lenyap dari tubuh Gabriela
setelah membersihkan diri. Gabriela begitu cantik dengan kulit sewarna kayu
manis dan harum tubuh menguarkan aroma cengkih. Tak hanya itu, masakannya juga
luar biasa.
Najib seperti menemukan berlian dalam lumpur.
Semenjak mempekerjakan Gabriela sebagai tukang masak, Bar Vesuvius semakin
ramai. Dia semakin untung dan semakin kaya. Orang-orang jadi makin betah
berlama-lama bergunjing tentang apa saja di barnya dan tentu saja untuk
memandang Gabriela, menggodanya, menyentuh tangannya. Kolonel-kolonel yang kaya
mulai menawari Gabriela tanah, rumah, berlian, dan apa saja agar Gabriela mau “bekerja”
untuk mereka.
Najib jadi khawatir. Dia tak mau kehilangan
Gabriela. Dia mulai membawakan hadiah-hadiah kecil untuk Gabriela, dan Gabriela
dengan pembawaannya yang naif menyukai Najib yang baik. Dia selalu menyebut
laki-laki Arab seperti itu. Najib yang baik.
Hari-hari tenang Najib hilang karena memikirkan
Gabriela. Dia tahu hadiahnya tak berarti apa-apa dibanding tawaran-tawaran
kolonel kaya. Meski dia sudah tidur dengan Gabriela dan Gabriela tak
menunjukkan ketertarikan terhadap tawaran para kolonel, Najib tetap khawatir
kehilangan Gabriela.
Satu-satunya cara agar tak kehilangan Gabriela
adalah menikahinya. Namun, itu tak mungkin. Najib adalah warga kelas atas,
sedang Gabriela? Dia bahkan tak tahu asal-usul Gabriela.
Teman-teman Najib yang berpikiran terbuka mendorong
Najib untuk menikahi Gabriela sedangkan yang lainnya memandang sinis terhadap
rencana itu. Najib sendiri memandang itu sebagai rencana gila. Meski demikian,
Najib tak melihat cara lain dan akhirnya menikahi Gabriela. Pernikahan ini
menjadi awal mula berkembangnya sikap egaliter di antara penduduk Ilheus. Najib
tak menyangka dia malah mendapat banyak pujian atas tindakannya menikahi
Gabriela. Meski tak sedikit juga yang mencemooh.
Dalam buku ini, Jorge Amado tak menjadikan
Gabriela sebagai pusat cerita. Pusat cerita adalah kehidupan di kota Ilheus itu
sendiri dengan berbagai peristiwa yang menandai kemajuan di kota itu. Meski
demikian, Gabriela memegang peranan penting dalam banyak peristiwa. Dia
membantu penembak Wali Kota Itabuna meloloskan diri, berselingkuh dengan putra
Ramiro Bastos, membuat Bar Vesuvius sebagai pusat bergunjing di kota itu selalu
ramai, dan menebarkan keceriaan di sana.
Buku ini diakhiri dengan catatan tambahan mengenai
Kolonel Jesuino Mendonca, suami Sinhazinha, yang akhirnya dipenjara atas
kejahatan membunuh istrinya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Ilheus,
seorang kolonel kakao mendapati dirinya dihukum penjara karena membunuh
istrinya yang berzina dan kekasih istrinya. Hlm. 659
Jorge Amado, dengan selera humor yang cerdas
berhasil mengangkat segi karikatural masyarakat dalam buku yang sangat
menghibur ini. Tak heran kalau dia sering dicalonkan memenangi Hadiah Nobel
sastra. Buku ini menunjukkan kualitasnya.
Judul: Gabriela, Cengkih, dan Kayu Manis
Judul Asli: Gabriela, Cravo, e Canela
Penulis: Jorge Amado
Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Cetakan I Desember 2014
Tebal: 659 halaman
ISBN 978-602-290-023-8
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!