Menjadi Orangtua yang Kompak Mendidik Anak! Caranya?

Gambar: pixabay.com

Mendidik anak harus kompak. Jangan sampai mamak bilang “tidak boleh”, eh, si bapak bilang “boleh”. 

Contohnya, Tini minta izin ke mamaknya untuk main game online sebentar saja. Mamaknya melarang Tini, sebab sebentar lagi sekolah online akan dimulai. Kalau Tini main game dulu, nanti dia tidak fokus belajar. 

Karena sama mamaknya tidak diberi izin, Tini pindah ke bapaknya. Siapa tahu bapaknya mengizinkan. Eh, ternyata benar. Bapaknya mengizinkan Tini main game meskipun dengan embel-embel hanya boleh main sebentar saja. 

Kira-kira mana yang bakal Tini pilih? Tentu saja main game online karena sudah dapat izin dari bapaknya. Begitulah anak-anak, kalau dihadapkan pada dua pilihan yang berbeda, mereka cenderung memilih pilihan yang paling menyenangkan. Kalau seperti ini, Tini akan menganggap mamaknya jahat, suka mengekang, dan tidak pengertian, sedangkan bapaknya baik, dan sayang kepadanya. 

Anak-anak hingga remaja belum paham benar mana yang patut dilakukan dan tak patut dilakukan. Tugas orang tua adalah membimbingnya, memberi penjelasan yang dapat dimengerti dan diterima oleh anak. Kalau terjadi perbedaan pendapat dalam hal cara mendidik anak, maka selesaikan dulu. Jangan malah memunculkannya di depan anak. 

Perlu disadari bahwa tugas mendidik anak adalah kewajiban kedua orang tua. Bukan tugas mamak saja. Bukan pula tugas bapak saja. Harus kompak. Waktu buat anak saja kompak, masa pas mendidik anak malah tidak kompak!

Kalau mamak sedang mendidik anak, maka tugas bapak adalah mendukungnya. Begitu pula sebaliknya. 

Saat mamaknya Tini bilang, “Tini, kamu tidak boleh main game online. Kamu, kan, sebentar lagi sekolah online.” 

Seharusnya bapaknya Tini bilang, “Betul kata mamakmu, Tin. Main game onlinenya nanti saja kalau sudah selesai sekolah.” 

Kalau orang tua terus-terusan tidak kompak, anak akan tumbuh jadi orang yang ragu-ragu, cenderung egois, suka memanipulasi orang lain, dan suka mencari pembenaran untuk kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. 

Tapi perlu diperhatikan, kompak bukan sembarang kompak. Kompaklah dalam hal kebaikan. Bukan kompak dalam hal keburukan. Kompak dalam hal keburukan saat mendidik anak emangnya ada? Ya, jelas ada. 

Contohnya, Tini lagi ngobrol dengan temannya. Namanya Tono. Tono cerita kalau minggu depan bapaknya akan pergi ke Amerika. 

Karena Tini tak mau kalah, dia nyeletuk, “Bapakku sama mamakku juga minggu depan mau ke Amerika, malahan setelah ke Amerika akan keliling dunia.” 

Mamaknya Tini, yang kebetulan mendengar ucapan anaknya itu malah diam saja. Bapaknya juga sama saja. Padahal, Tini jelas-jelas berbohong. 

Sifat alami anak-anak adalah tak mau mengalah. Mereka bahkan rela berbohong di depan temannya agar tak kalah hebat. Kebohongan seperti ini sebenarnya alamai. Namun, bukan berarti orang tua boleh diam saja. Orang tua harus menegur anaknya yang berbohong. Jangan malah kompak membiarkan anaknya berbohong. Kompaklah untuk menegur anak saat mereka berbohong. 

Nah, pertanyaannya adalah bagaimana caranya jadi orang tua yang kompak? 

Saran saya, antara lain: sering-seringlah berkomunikasi dengan pasangan Anda. Maksudnya, sering-seringlah berbicara dari “hati ke hati”. Tidak perlu bahas topik yang serius-serius amat, yang penting adalah obrolan bisa mengalir. Topik yang ringan-ringan malah justru kerap membuat obrolan jadi menyenangkan. 

Bagi para suami, dengarkan curhat istri. Bagi para istri, pahami pemikiran dan kemauan suami. Sesekali piknik. Luangkan waktu yang berkualitas untuk keluarga. Jangan main HP sendiri-sendiri. Buat apa kumpul kalau main HP sendiri-sendiri, kan? 

Tiap pasangan barangkali punya caranya masing-masing untuk bisa semakin kompak. Terserah Anda. Yang penting, Anda harus kompak dengan pasangan. 

Ingatlah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang sudah kita upayakan untuk mendidik anak. 

Kalau orang tua cuma bisa kompak saat buat anak, tapi tidak bisa kompak saat mendidiknya, mau jadi apa anak-anak kelak? Hahaha. 




Komentar

Postingan Populer