Belajar
Dari banyak definisi belajar yang disuguhkan pakar pendidikan, saya dapati satu kata kunci terkait belajar yang paling sering disebut: perubahan. Apa yang berubah? Bisa pengetahuan, keterampilan, dan atau sikap seseorang.
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang lebih baik: dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi paham, dari paham menjadi terampil, dari terampil menjadi ahli.
Semakin ahli seseorang terhadap apa yang ia pelajari, maka semakin hal itu menjadi otomatis buatnya. Seorang grand master catur bisa menjalankan bidak caturnya dengan cepat dan terlihat seolah-olah dia tak melakukan kalkulasi. Padahal, itu terjadi karena dia sudah sangat ahli. Kalkulasi terjadi secara otomatis dalam pikirannya.
Barangkali, puncak dari mempelajari sesuatu adalah membuat kita mampu melakukan sesuatu itu secara otomatis. Dengan kata lain, kita menjadi ahlinya.
Misalnya, kita mempelajari tentang sedekah. Kita kemudian tahu bahwa sedekah baik untuk kesehatan emosional kita dan tentu saja memberikan manfaat untuk orang yang menerimanya.
Apabila suatu ketika kita menemukan orang yang membutuhkan sedekah dan kita hanya diam saja, maka itu artinya kita belum benar-benar belajar tentang sedekah. Kita baru sampai level tahu saja dan belum sampai pada level mampu, apalagi ahli.
Banyak orang yang mengaitkan belajar dengan sekolah; beranggapan bahwa belajar di sekolah adalah yang paling utama. Kalau sudah selesai sekolah (tamat atau lulus) artinya proses belajar juga sudah selesai. Padahal, belajar di sekolah lingkupnya sangat terbatas dan seringkali hal-hal yang dipelajari tak begitu bermanfaat dalam kehidupan kita.
Bagiku belajar adalah sebuah proses yang tidak berujung. Artinya, sepanjang aku masih hidup dan ada kemauan untuk belajar, maka aku masih bisa belajar dan wajib untuk belajar.
Sebenarnya, kita sebagai manusia sudah belajar sejak kita masih bayi. Hanya saja kita tidak tahu kalau kita sedang belajar.
Tangisan kita adalah sebuah upaya untuk menyampaikan keinginan kita kepada orang dewasa yang mengasuh kita. Kita tak bisa bilang lapar, haus, mengantuk, dan sebagainya. Yang kita bisa hanya menangis. Maka kita menangis untuk mendapatkan perhatian dari orang yang mengasuh kita. Pada saat itu, kita sedang belajar memperoleh perhatian orang lain.
Lambat laun kita belajar meniru orang-orang di sekitar kita, mulai dari ucapan, gerak-gerik, hingga aktivitas-aktivitas sederhana.
Sebagai orang dewasa, biasanya kita hanya mengucapkan kata-kata yang dipelajari bayi secara berulang-ulang. Kita tidak mengajari mereka bagaimana menirukannya. Meski begitu, bayi kita pada akhirnya bisa mengucapkan kata pertamanya; mungkin mama, ibu, makan, pipis, atau yang lainnya. Sejak itu ia akan terus belajar menambah kosa katanya agar semakin mampu mengungkapkan keinginan-keinginannya.
Selain belajar kosakata baru, bayi yang tadinya hanya bisa menangis mulai belajar keterampilan-keterampilan lain secara perlahan. Ia mulai belajar tengkurap, belajar merangkak, berdiri, kemudian berjalan. Tak cukup hanya berjalan, ia akan belajar berlari.
Manusia memang makhluk yang sebenarnya suka belajar. Mereka belajar untuk melewati batas-batas kemampuannya agar mampu hidup lebih baik. Hasrat untuk menjadi lebih baik ini menuntun manusia mencapai banyak hal melalui belajar.
Lihat saja, kini kita tak hanya bisa berlari, kita juga bisa terbang dengan berbagai jenis pesawat yang canggih. Bahkan, tak cukup hanya terbang, manusia sedang mempelajari bagaimana caranya tinggal di planet lain.
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa kemampuan belajar sesungguhnya sesuatu yang secara alami ada pada diri manusia. Hanya saja tak semua orang memanfaatkan kemampuan ini dengan baik.
Musuh paling berbahaya bagi kemampuan belajar adalah rasa puas diri atau menganggap diri sudah tahu segalanya. Saat seseorang merasa sudah tahu segalanya, pintu untuknya belajar sudah tertutup. Ia tak akan punya hasrat untuk belajar dan pada akhirnya tak akan punya kesempatan untuk membawa perubahan baik pada dirinya sendiri.
Untuk bisa belajar, kita harus membuka diri terlebih dulu; mengakui bahwa masih banyak hal di dunia ini yang belum kita ketahui. Singkatnya, untuk bisa belajar, kita butuh kerendahan hati.
Banjarnegara, 24 Desember 2022
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!