Kebohongan-Kebohongan Paling Sering Dilakukan Orangtua di Depan Anaknya

Gambar: pixabay.com

Saya tahu, kita semua pasti pernah berbohong. Mungkin karena terpaksa. Mungkin malah disengaja. Kita juga pasti pernah dibohongi, entah kita sadar atau tidak.  Siapa, sih, yang bisa lepas dari kebohongan? Anak-anak pun sama saja. Mereka tidak lepas dari kebohongan. Mereka sering berbohong pada temannya, menceritakan hal-hal yang tidak mereka alami, menyombongkan hal-hal yang sebenarnya tak mereka punyai, atau menghindari hukuman dengan mengatakan yang tak sebenarnya mereka lakukan. 

Saya kira kita sepakat kalau berbohong adalah perbuatan yang tercela. Sebisa mungkin kita menghindarinya. Dan, sebisa mungkin kita mengajari anak-anak untuk tidak berbohong. Banyak hal kita lakukan: menceramahi anak tentang balasan untuk anak yang suka bohong, menakut-nakuti anak, memarahi anak, memotong uang sakunya kalau ketahuan berbohong, dan yang sangat penting adalah memberi teladan. 

Yang terakhir saya sebutkan barangkali adalah yang paling sering kita lupakan. Keteladanan. Kita mengajari anak untuk jadi orang jujur, tapi lupa memberi teladan. Tetangga bertamu hendak pinjam uang, kita bilang tidak punya. Padahal anak-anak baru saja melihat bapaknya pegang duit. Tetangga mau pinjam blender, bilangnya rusak. Padahal baru saja dipakai buat bikin juz jambu. 

Ada banyak kebohongan yang orang tua lakukan di depan anaknya atau bahkan kepada anaknya sendiri. Nah, ini hanya beberapa di antaranya:

Itu Tidak Dijual

Kalau sudah menginginkan sesuatu, anak-anak biasanya ingin keinginannya itu terwujud. Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Misalnya ketika anak diajak ke minimarket, kemudian merengek minta dibelikan jajan, mereka akan terus merengek sampai dibelikan jajan. Tak jarang, anak-anak sampai tantrum. Untuk mengatasinya, orang tua terpaksa bohong dengan mengatakan, “Itu tidak dijual,” sambil berharap anaknya berhenti merengek. 

HP Sedang Rusak

Banyak orang tua sering mengizinkan anaknya main HP karena anak-anak jadi diam dan “tidak banyak tingkah”. Namun, efeknya anak-anak bisa kecanduan. Alhasil banyak anak-anak zaman sekarang sangat sulit dipisahkan dengan HP. Orang tua yang tadinya mengizinkan anak main HP lantas jadi cemas saat mengetahui anaknya telah kecanduan HP. Salah satu upaya untuk memisahkan anaknya dari HP adalah dengan berbohong mengatakan bahwa HP sedang rusak. 

Hampir Sampai

Anak-anak punya rasa ingin tahu yang tinggi, tapi sekaligus mudah bosan. Saat diajak pergi ke tempat yang jauh, mereka akan antusias. Namun, dalam perjalanan mereka akan mudah bosan dan sering bertanya apakah perjalanan masih lama. Untuk menghindari anak rewel di perjalanan karena bosan, orang tua sering berbohong bahwa sebentar lagi akan sampai di tujuan. 

Tokonya Tutup

Orang tua juga sering berbohong bahwa satu toko sedang tutup saat anaknya ingin membeli sesuatu. Cara ini mungkin efektif. Namun, kebohongan tetaplah kebohongan. 

Kalau Nakal, Nanti Ditangkap Polisi. Kalau Nakal, Digigit Orang Gila. 

Kebohongan ini juga cukup sering dilakukan untuk mencegah anak berbuat hal-hal yang tak diinginkan, misalnya saat berkunjung ke rumah saudara, atau berkunjung ke tempat-tempat umum seperti pasar, mall, tempat hiburan anak, dan tempat-tempat lain. 

Obatnya Manis

Anak-anak biasanya ogah minum obat karena rasanya pahit. Untuk menyiasatinya, orang tua sering bohong bahwa obatnya manis agar anak mau minum obat. Kalau bisa lebih baik cari obat yang beraneka rasa yang disukai anak. Jangan malah berbohong. 

Pergi Sebentar

Orang tua sering bohong pada anaknya yang tak mau ditinggal pergi/bekerja dengan mengatakan bahwa mereka hanya pergi sebentar. Meskipun nyatanya orang tua pergi hingga berjam-jam. 

Kebohongan biasanya hanya efektif dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, efek buruknya justru akan merusak tingkah laku anak. 

Kebohongan orang tua bisa membuat anak bingung. 

Orang tua pasti kerap mengajarkan secara lisan bahwa berbohong adalah tindakan tidak terpuji. Namun di sisi lain, orang tua juga kerap mencontohkan kebohongan lewat tutur kata maupun perbuatan sehingga anak menjadi bingung nilai mana yang harus mereka anut di kemudian hari. 

Kebohongan orang tua mematikan nalar anak. 

“Malam-malam jangan main di luar rumah ya, nanti ketemu setan, lho!”

Maksud Ibu berkata seperti itu pasti baik, misalnya ingin mengajarkan kepada anak bahwa malam hari saatnya istirahat, bukan lagi untuk bermain di luar rumah. Namun, kebohongan seperti itu bisa membekas selamanya dalam diri anak dengan menganggap bahwa malam hari pasti ada setan meski wujudnya tidak kelihatan. Jika terus diulang-ulang, bukan tidak mungkin anak akan mengalami trauma dan menjadi orang yang penakut di saat ia tumbuh dewasa.

Kebohongan orang tua menciptakan anak yang suka berbohong. 

Jika anak kerap diajarkan atau diperlihatkan bentuk kebohongan, sekalipun itu untuk kebaikan, maka anak akan menanamkan dalam alam bawah sadar mereka bahwa kebohongan itu boleh-boleh saja dilakukan. Lama kelamaan, anak pun memiliki toleransi yang lebih besar akan kebohongan sehingga mereka lama kelamaan bisa memproduksi kebohongan itu sendiri.

Kebohongan orang tua membuat anak-anak  kehilangan rasa percaya terhadap orang tuanya sendiri.

Ketika anak tumbuh besar, pemahaman dan akalnya juga kian matang. Pada satu titik, anak akan bisa menilai bahwa selama ini ia telah merima kebohongan yang bertubi-tubi dari orang tuanya. Hal tersebut bisa menimbulkan rasa tidak percaya anak terhadap orang tuanya sendiri. Asumsi seperti inilah yang kerap membuat anak remaja tidak nyaman untuk curhat kepada orang tua saat mereka beranjak remaja. Padahal, masa-masa labil itulah yang merupakan momen krusial bagi orang tua untuk membimbing anak agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

Nah, sudah jelas bahwa kebohongan sebaiknya dihindari orang tua yang mendidik anaknya. Jadilah orang tua yang kreatif dan tidak bergantung pada kebohongan. 

Saran saya, hindarilah berbohong di depan anak. Kalau di belakang, yaa...... 🤔

Label:


Komentar

Postingan Populer