Langsung ke konten utama

Mitos Penjajahan dan Mitos Kemerdekaan di Indonesia

Hitungan G.J. Resink, kita hanya pernah dijajah Belanda kurang lebih 40 tahun, tapi itu pun tak seluas wilayah Republik Indonesia saat ini. Memang Belanda berupaya menjajah kita selama 350 tahun. Namun, upaya itu tak pernah benar-benar berhasil. Belanda hanya menguasai sebagian wilayah Nusantara saja. Tak pernah sepenuhnya.

Ulasan Buku Bukan 350 Tahun Dijajah Karya G.J. Resink

Saat sekolah dulu, saya sering dengar bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Lama sekali, pikir saya kala itu sedikit takjub bercampur heran. Saya heran sebab dari cerita orang-orang tua, Indonesia dahulu kala tak kekurangan orang-orang sakti mandraguna. Mengapa bisa dijajah selama itu jika memang Indonesia punya banyak orang-orang sakti mandraguna? Jawabannya, tentu saja karena orang-orang sakti itu hanyalah mitos. Dan, ternyata 350 tahun dijajah Belanda juga hanyalah mitos.

Sudah dari dulu orang-orang Indonesia gemar sekali dengan mitos. Mungkin itulah mengapa, meski Indonesia sudah merdeka 79 tahun lamanya, mitos mengenai Belanda menjajah negeri kita selama 350 tahun tetap terpelihara hingga kini. Dalam pidato-pidato kemerdekaan misalnya, saya kerap mendengar hal ini disampaikan dengan penuh percaya diri seolah-olah itu adalah kebenaran mutlak.

Mitos terjajah selama 350 tahun oleh Belanda juga menjadi awet karena masuk dalam buku-buku pelajaran di sekolah. Bahkan, mungkin kalau kita bersedia mengecek, hingga hari ini masih ada buku-buku sejarah yang memuat mitos ini. Dahulu mitos ini terkenal dan makin dalam menancap di pikiran masyarakat disebabkan Ir. Soekarno kerap menggunakannya untuk membakar semangat para pejuang menghadapi Belanda. Meski demikian, mitos sejarah tetaplah mitos, dan suatu saat, entah kapan, kita akan meninggalkannya.

Lewat buku Bukan 350 Tahun Dijajah, G.J. Resink membongkar mitos Belanda menjajah Nusantara selama 350 tahun dengan bukti-bukti kuat yang menggambarkan bahwa banyak kerajaan dan negeri di Indonesia yang belum pernah takluk di bawah hukum kolonial Belanda. Hitungan G.J. Resink, kita hanya pernah dijajah Belanda kurang lebih 40 tahun, tapi itu pun tak seluas wilayah Republik Indonesia saat ini. Memang Belanda berupaya menjajah kita selama 350 tahun. Namun, upaya itu tak pernah benar-benar berhasil. Belanda hanya menguasai sebagian wilayah Nusantara saja. Tak pernah sepenuhnya.

Dalam buku ini terkumpul terjemahan dari empat belas hasil penelitian yang dilakukan G.J. Resink dan pemikirannya mengenai sejarah Indonesia.

Bagian awal buku ini dilengkapi dengan daftar karya G.J Resink dari tahun 1934 hingga 1985. Buku ini adalah hasil terjemahan dari karya-karya G.J. Resink tersebut, meskipun tak semuanya. Cetakan pertama buku ini pada Maret 2012. Artinya, butuh waktu cukup lama hingga bisa dinikmati orang-orang yang tak mampu berbahasa Belanda. Karena ditulis dalam bahasa Belanda, karya-karya G.J. Resink ini tak begitu populer di Indonesia.

Di bagian awal buku ini, G.J. Resink menjelaskan perkembangan ilmu sejarah di Indonesia kala itu yang mulai bergeser dari pandangan eropasentris, regiosentris, hingga condong ke Indonesiasentris. Resink banyak membandingkan karya-karya dari para sejarawan dunia maupun para sejarawan Indonesia kala itu. Di bagian ini, saya tak begitu paham karena banyak sekali penelitian-penelitian dan karya-karya para sejarawan yang ia bahas tak lupa dengan pemikiran-pemikiran mereka.

Untunglah ada bagian pengantar yang ditulis oleh A.B. Lapian yang mana ia menjelaskan secara ringkas setiap karya G.J. Resink sehingga buku ini akan lebih mudah dipahami. Saya menyarankan kepada pembaca buku ini untuk tak melewati bagian pengantar yang ditulis oleh A.B. Lapian ini, khususnya jika pengetahuan sejarah pembaca termasuk pas-pasan seperti saya. 

Meski kesulitan di bagian awal buku, di bagian selanjutnya relatif lebih mudah buat saya. Di bagian berikutnya Resink menjelaskan hukum bangsa-bangsa di Makassar masa lalu yang menjadi salah satu bukti bahwa kita tak dijajah selama 350 tahun.

Resink yang seorang sarjana hukum, melakukan penelitian tentang masa lalu Indonesia dengan pendekatan disiplin ilmiah yang dikuasainya. Ia mengulik data-data dari dunia perundang-undangan dan penjelasan para ahli hukum sebagai dasar argumentasinya.

Ia mengubah pandangan tentang masa lalu Indonesia. Melalui data-data yang ia tafsirkan nampak jelas hubungan internasional antara Belanda atau Hindia Belanda di Batavia dengan negeri-negeri Pribumi di Nusantara. Sebagian memang takluk dan tunduk dengan hukum kolonial Belanda. Namun, banyak pula yang sifat hubungannya setara, dibuktikan dengan berbagai perjanjian di antara keduanya. Dalam hal ini, perjanjian hanya mungkin tercipta jika kedua belah pihak dalam posisi setara.

G.J. Resink menjelaskan dalam bukunya bahwa banyak pernyataan-pernyataan dari orang-orang penting, dari lembaga peradilan, atau dari keputusan-keputusan pengadilan yang sering diabaikan oleh sejarawan yang meneliti kolonialisme di Indonesia. Melalui pendekatan hukum internasional Resink membuktikan bahwa kekuasaan Belanda yang dikatakan telah bercokol selama 350 tahun di wilayah Nusantara hanyalah mitos politik belaka yang pada akhirnya tak akan bertahan melawan ujian kebenaran sejarah. 

Bukti-bukti sejarah yang diajukan Resink memang sangat kuat. Ia juga melengkapinya dengan informasi mengenai raja dan kerajaan yang merdeka di Nusantara dari tahun 1850 hingga 1910. Resink beberapa kali juga mengungkap kasus pengadilan di mana hakim dan Mahkamah Agung Belanda membuat keputusan bahwa mereka tidak mempunyai wewenang mengadili suatu perkara karena orang yang bersangkutan tak termasuk penduduk Hindia Belanda. 

Membaca buku ini membuatku bertanya-tanya, mengapa sampai hari ini masih banyak sekali orang yang percaya bahwa kita dijajah selama 350 tahun oleh Belanda. Bukankah sebaiknya kita mulai mengajarkan pada anak cucu kita bahwa nenek moyang bangsa kita tak dijajah selama itu, dan bahwa mereka senantiasa mempertahankan tanah air dengan kecintaan luar biasa, sehingga meski Belanda menempati wilayah Nusantara selama 350 tahun mereka hanya mampu benar-benar menjajah kita selama 40 tahun. 

Kita musti mulai membuang mitos kolonialisme ini dari buku-buku sejarah di sekolah-sekolah kita agar generasi penerus bangsa tidak tumbuh menjadi generasi yang punya sifat inferior terhadap bangsa-bangsa penjajah. Sudah cukup Ir. Soekarno saja yang memanfaatkan mitos 350 tahun dijajah Belanda untuk membakar semangat para pejuang kemerdekaan dalam setiap pidato-pidatonya. Kita telah merdeka dari bangsa asing sehingga tak perlu lagi menyebut-nyebut mitos ini dalam pidato-pidato di peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. 

Membaca buku ini dalam situasi kita saat ini seperti sebuah ironi. Kita sudah merdeka dari bangsa asing. Melalui buku ini mitos-mitos penjajahan bangsa asing yang begitu lama di tanah Nusantara terungkap. Namun, setelah kita terbebas dari mitos penjajahan, bangsa ini malah terjebak dalam mitos-mitos kemerdekaan. Ya, sejatinya bangsa ini tengah memasuki mitos-mitos baru yaitu mitos kemerdekaan. Kita memperingati kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. Tapi, itu hanyalah kemerdekaan dari bangsa asing.

Nyatanya, hari ini kita dijajah bangsa sendiri. Saat membuka media sosial dan membaca keadaan Indonesia saat ini benar-benar membuat kita miris. Kebodohan dipertontonkan di mana-mana, korupsi, premanisme, kekerasan atas nama agama, kebobrokan sistem pendidikan. Entahlah.

Setiap kali membuka media sosial, rasanya kepercayaan terhadap kelangsungan hidup bangsa ini semakin terkikis. Ya, sesungguhnya kita sedang dijajah. Kita dijajah bangsa sendiri. Lihatlah di mana-mana rakyat merasa tertindas. Kebebasan berpendapat mulai ditekan. Tagar Indonesia gelap sungguh sangat mencerminkan kondisi bangsa kita saat ini dan bukannya berjuang menyalakan lilin untuk menerangi kegelapan, banyak yang malah pilih kabur sambil meramaikan tagar kabur aja dulu. Ya, sadarilah dan terimalah bahwa saat ini kemerdekaan Indonesia hanyalah mitos. 

Informasi Buku:

Judul Buku: Bukan 350 Tahun Dijajah | Penulis: G.J. Resink | Diterjemahkan Dari: Indonesian History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory | Penerjemah: Tim Komunitas Bambu | Cetakan Pertama: Maret 2012 | Penerbit: Komunitas Bambu | Kota: Depok | Tebal: xxxiv + 366 hlm; 15,5 x 24 cm | ISBN: 978-602-9402-06-3

------------------------

Baca Ulasan Buku Lainnya di Blog Guru Mulang:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memanfaatkan Buku "Seandainya Saya Wartawan Tempo" Sebagai Bahan Refleksi Seorang Guru

"Kalau dipikir-pikir, ada persamaan antara wartawan dengan guru. Sama-sama mendidik. Wartawan mendidik masyarakat melalui tulisan-tulisannya. Sementara guru mendidik siswa melalui pembelajarannya." Buat apa seorang guru membaca buku “Seandainya Saya Wartawan Tempo”? Guru tak bertugas menulis berita. Jadi, buat apa? Saya lupa kapan membeli buku tipis ini. Saya menemukannya setelah sekian lama berada di tumpukan buku-buku yang tak terbaca dan tak terurus. Saya mengumpulkan semua buku yang ada kaitannya dengan bahasa Indonesia. Hasilnya banyak didominasi buku-buku kuliah. Ada kamus bahasa Indonesia yang sudah robek, esai-esai bahasa, dan buku ini. Di antara buku-buku yang saya kumpulkan, saya memilih membaca buku ini. Mungkin karena buku ini lebih tipis dari buku-buku lain. Isinya hanya 96 halaman. Buku ini sebenarnya dicetak sebagai bahan pendidikan bagi para wartawan yang bekerja di majalah Tempo, terutama dalam menulis dan menyusun berita bentuk feature . Demi manfaat yang le...

Materi PPT Garis dan Sudut Matematika Kelas 4

  Assalamualaikum, bapak/ibu guru semuanya.  Kali ini guru mulang.com akan membagikan materi presentasi garis dan sudut dalam bentuk PPT.  Garis dan sudut merupakan salah satu materi yang menjadi dasar untuk mempelajari materi-materi geometri yang lain. Garis adalah rangkaian titik-titik yang saling terhubung. Sedangkan sudut adalah wilayah yang terbentuk dari dua buah garis lurus yang saling berpotongan.  Siswa yang mengetahui konsep garis dan sudut akan sangat terbantu dalam materi bangun datar maupun bangun ruang yang mulai diajarkan pada kelas 4 SD.  Untuk itu bapak/ibu, tentu kita tak mau anak-anak didik kita sampai gagal paham apa yang dimaksud garis dan apa yang dimaksud sudut. Nah, kali ini kami bagikan materi garis dan sudut dalam bentuk ppt interaktif.  Dalam materi yang kami bagikan kali ini, ada soal-soal interaktif di dalamnya yang bisa dikerjakan bersama-sama ketika mempelajari garis dan sudut.  Baiklah, tak perlu berlama-lama lagi, berik...

Tutorial Membaca Nilai Rapor

"Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai yang sudah dikatrol" Kalau kamu malas belajar, bodoh, jarang berangkat sekolah, tak pernah mengerjakan tugas dari gurumu, sering bikin ulah di sekolah, dan mengerjakan ujian asal-asalan, siap-siaplah terkejut dengan nilai rapormu. Mungkin kamu mengira nilai rapormu jelek semua, bahkan mungkin kamu mengira tidak akan naik kelas. Eiitss.... Kamu akan terkejut. Itu semua tak akan terjadi. Percayalah! Rapor zaman dulu ada nilai merah. Nilai merah berarti kemampuan anak kurang memadai. Zaman dulu hal seperti ini wajar saja. Sekarang, saat aku jadi guru, rupanya tak ada lagi nilai merah. Semua siswa "harus" diberi nilai di atas KKM, meskipun nyatanya ada siswa yang benar-benar tak layak dapat nilai di atas KKM. Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai ya...

Bahagia Menjalani Hidup Seperti Anak-Anak

Saya rasa, satu kualitas hidup yang dimiliki anak-anak dan membuat mereka mudah bahagia adalah kemampuan mereka untuk memaafkan kesalahan orang lain. Sebagai guru SD jarang sekali saya mendapati murid-murid saya bersedih atas suatu masalah. Mereka memang mudah menangis kalau mengalami satu masalah yang sulit mereka atasi. Misalnya, saat berantem dengan temannya. Namun, itu tak pernah berlangsung lama. Hari itu juga mereka bisa berbaikan lalu kembali ketawa-ketiwi seolah tak terjadi apa-apa. Mereka terlihat selalu bahagia. Apa rahasianya? Saya penasaran mengapa anak kecil selalu terlihat bahagia. Sebagai guru SD, saya punya banyak waktu dan kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka dan mencoba mencari tahu mengapa mereka selalu terlihat bahagia. Setidaknya, ada beberapa hal yang saya kira menjadi penyebab anak kecil relatif terlihat selalu bahagia. 1. Mudah memaafkan Saat mengajar kelas 4, ada seorang siswa yang berkelahi dengan temannya. Waktu itu saya sedang memeriksa kelom...

Meninggalkan Jejak Kebaikan

"Aku tak cuma seorang guru di sana. Aku menjelma menjadi tukang cat dinding, tukang potong rumput dan tanaman hias, tukang membetulkan atap yang bocor, tukang antar siswa pulang sekolah, petani singkong dan jagung, sampai menjadi tukang air." - Guru Mulang - Ketika aku masih kuliah di semester delapan, aku mendapat tawaran bekerja di salah satu sekolah di desaku. Tepatnya di MI GUPPI Rakitan. Aku menolak. Saat itu, aku masih mengerjakan skripsi. Mengerjakan skripsi saja rasanya sudah keteteran sekali, apalagi ditambah dengan beban pekerjaan. Aku merasa tak mampu. Aku berencana mengejar target lulus sebelum pembukaan rekrutmen CPNS dimulai dan akan mengikuti rekrutmen CPNS. Namun, sialnya aku lulus ketika proses rekrutmen telah berakhir. Dan sejak saat itu proses rekrutmen CPNS tak kunjung dibuka.  Aku teringat tawaran untuk bekerja di MI GUPPI Rakitan, tempat dulu aku bersekolah. Aku datang ke sana memakai baju lengan panjang berwarna biru dan mengajukan lamaran pekerjaan. ...

Tidak Ada Anak Bodoh di Dunia Ini

" Mencintai anak-anak tidaklah cukup, yang juga penting adalah membuat anak-anak menyadari bahwa mereka dicintai orangtuanya ." - St. John Bosco - Tidak ada anak bodoh. Mereka yang kamu anggap bodoh sebenarnya hanya anak-anak yang kurang beruntung. Aku tak tahu ini naif atau tidak. Menurutku semua anak pada dasarnya cerdas dan baik. Tak ada anak bodoh. Tak ada anak jahat. Dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983), Howard Gardner mengidentifikasi setidaknya delapan kecerdasan berbeda yang digunakan manusia untuk bertahan hidup, berkembang, dan membangun peradaban. Kecerdasan yang dimaksud yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik. Setidak-tidaknya anak-anak pasti memiliki salah satu dari delapan kecerdasan tersebut sebagai bekal tumbuh kembangnya. Bekal unik inilah yang harus dima...

Negeri Jagung dan Anak-Anaknya | Ulasan Buku Bocah Penjinak Angin, William Kamkwamba

"Penggambaran suasana saat terjadinya bencana kelaparan benar-benar bikin merinding. Orang-orang berjalan gontai seperti zombi. Tubuh mereka kurus seperti menyisakan tulang dan kulitnya saja." “Bocah Penjinak Angin” adalah sebuah novel yang bisa kutebak alur ceritanya dengan membaca uraian singkat di belakang buku. Memang ada jenis novel yang seperti itu. Buku ini salah satunya. Aku membeli dan membacanya, sebab yang menarik bukanlah alur cerita buku itu, melainkan gambaran kondisi di suatu lingkungan yang asing buatku. Afrika. Ketertarikanku terhadap buku ini juga karena kisah dalam buku ini diambil dari kisah nyata penulisnya. Latar tempatnya di Malawi, salah satu negara di wilayah benua Afrika. Aku belum pernah membaca novel dengan latar wilayah Afrika. Jadi, sepertinya menarik.  Malawi termasuk negara miskin. Saking miskinnya dari seluruh wilayah, hanya sekitar 11 % yang menikmati listrik. Aktivitas warga setelah matahari terbenam otomatis terhenti dan yang ada tinggal lo...

Resensi Buku Senja dan Cinta yang Berdarah Karya Seno Gumira Ajidarma

  Mulai dari seorang pendekar yang meloncat dari satu rumah ke rumah lain, percintaan di dalam kereta api, anak pelacur yang kebingungan menulis cerita, senja yang dicuri, pemain bola yang menggiring bolanya sampai ke ujung dunia; apapun bisa ditulis oleh Seno. OPEN ENDING DAN CERITA YANG TELAH SELESAI DITULIS Selama liburan semester, tak banyak yang bisa saya lakukan selain membaca buku. Dari pada tidak melakukan apapun, saya duduk di sofa, buku di tangan kiri, kopi di tangan kanan, jodoh di tangan Tuhan. Mantap! Mulailah saya membaca. “Senja dan Cinta yang Berdarah,”adalah salah satu buku yang saya baca. Buku ini berisi 85 cerita pendek yang ditulis Seno Gumira Ajidarma di Harian Kompas 1978-2013. Cerita pertama yang saya baca adalah “Pembunuhan”(1978). Seorang pengarang cerita detektif (pensiunan intel melayu yang sangat dibenci bandit-bandit) menulis cerita tentang seorang pencari kayu bakar di hutan yang melihat mayat perempuan dan seorang lelaki yang berlari membawa gol...

Mengisap Asap

"Masyarakat kita didominasi orang-orang miskin. Masalah sampah tentu saja bukan menjadi prioritas. Prioritas orang-orang miskin tentu saja bagaimana memperoleh uang untuk membiayai kehidupan mereka. Jadi, kalau lingkungan kita masih berantakan, masih ada sampah di mana-mana, bisa jadi kita masih tergolong orang-orang miskin. Ya, miskin harta. Ya, miskin ilmu."  MENGISAP ASAP Salah satu harapan hidup di desa adalah dapat menghirup udara segar di pagi hari. Namun, harapan hanya harapan. Nyatanya, orang-orang di desa kerap membakar sampah mereka tak kenal waktu dan tak kenal tempat. Orang-orang telah menganggap biasa hal ini. Mereka mungkin tidak merasa bersalah dan tidak tahu bahwa sebenarnya yang mereka lakukan melanggar hukum. Asap dari sampah yang mereka bakar menjadi polutan yang terisap masuk sistem pernapasan manusia. Aku kesal sekali dengan hal ini. Pasalnya, perjalananku berangkat kerja diwarnai asap pekat hasil pembakaran sampah di pinggir jalan. Dari Desa Ampel...

Membaca Percikan Pemikiran Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I dalam Nalar Kritis Pendidikan

"Kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme “penyembunyian kekerasan” menjadi sesuatu yang diterima    sebagai “yang memang seharusnya demikian.” - Pierre Bourdieu - Buku “Nalar Kritis Pendidikan” ditulis oleh M. Arfan Mu’ammar, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Di sampul depan buku ini ada gambar wajah manusia dengan bagian kepala dibuat transparan sehingga otak di dalamnya terlihat. Gambar ini sesuai sekali dengan judul buku. Nalar kritis tentu erat kaitannya dengan otak yang merupakan sarana berpikir kritis. Kalau otak tidak beres bagaimana mau berpikir kritis? Bagian latar belakang gambar wajah manusia itu adalah benda-benda yang erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak sekali. Pulpen, pensil, bola, gitar, buku, kok, tas sekolah, mesin ketik, kuas, cat, dan telepon pintar. Benda-benda ini boleh jadi melambangkan betapa pendidikan itu kompleks sekali. Ia tak semata-mata mengurus perihal kecerdasan otak. Ia juga mengurus kelembutan perasaan yang dipero...