![]() |
"Wayang adalah simbol kehidupan manusia. Bahkan
merupakan bayangan dari kemanusiaan itu sendiri. Manusia yang apa adanya, yang
tidak sekadar "hitam-putih”. Manusia yang tidak sempurna, manusia yang
penuh cacat, namun tetap giat dalam menggeliat untuk mencapai harapan dan
cita-citanya, sembari terus bergulat dalam kebenaran dan dosa-dosa."
Ulasan
Buku Bhagawad Gita Karya Heru HS
Buku tipis yang kubaca
pada waktu setelah sahur ini, menceritakan penggalan episode dari epos besar
Mahabarata yaitu perang Bharata Yudha, lebih khusus lagi saat-saat sebelum
perang itu meletus. Perang ini terjadi akibat Kurawa mengingkari janjinya
menyerahkan kembali Indraprasta kepada Pandawa. Setelah Pandawa hidup di
belantara hutan selama duabelas tahun dalam pengasingan dan satu tahun dalam
penyamaran, Kurawa tak kunjung menepati janjinya meski sudah ditagih
berkali-kali.
Pihak Pandawa
berkeyakinan bahwa jalan satu-satunya untuk mendapatkan kembali Indraprasta
adalah merebutnya melalui perang. Kedua belah pihak tentu mengerahkan pasukan
sebanyak mungkin dan sebaik mungkin. Dan, setiap perang pasti menimbulkan
korban jiwa yang tak sedikit. Darah akan tumpah.
Perang selalu
menghadirkan kengerian baik bagi para perajurit maupun warga sipil. Seorang
ayah kehilangan anaknya, seorang anak kehilangan ayahnya, para istri menjadi
janda, mayat-mayat tertumpuk di kubangan air, darah mengalirkan anyir ke udara,
rumah-rumah binasa, dan kota-kota ditinggalkan tanpa penghuni. Begitulah
mengerikannya perang.
Saat itu Arjuna yang
dikenal sebagai kesatria pilih tanding sedang bimbang apakah akan ikut
berperang atau tidak. Ia tahu betul akan dampak mengerikan perang. Ia tidak
ingin ada banyak nyawa melayang hanya karena dirinya berkemauan merebut kembali
Indraprasta. Menurutnya ini adalah hal yang sangat egois. Para Pandawa tak perlu
berambisi merebut kembali Indraprasta, toh tanpa Indraprasta mereka masih tetap
mampu hidup layak. Lagi pula, menurut kabar yang beredar, bersama Hastinapura,
Indraprasta menjadi wilayah yang penduduknya sangat makmur. Kurawa toh mampu
menyejahterakan rakyat Indraprasta. Jadi, menurut Arjuna
kala itu, merebut kembali Indraprasta adalah tindakan yang egois dan hanya
mementingkan hawa nafsu saja. Hanya demi keegoisan ini, mereka harus
menumpahkan banyak darah.
Arjuna benar-benar dalam
kebimbangan apakah akan ikut berperang atau tidak. Padahal, kedua belah pasukan
sudah sangat dekat dan saling bersahutan menabuh genderang
perang. Kedua pihak sudah siap mati di padang tandus Kurusetra. Kebimbangan
Arjuna semakin menjadi-jadi tatkala ia tahu bahwa Baladewa bersikap netral.
Baladewa bahkan bersumpah akan bertapa selama perang itu terjadi dan hanya akan
kembali setelah perang selesai entah siapa pun pemenangnya.
Kresna yang mengetahui
kebimbangan Arjuna tak tinggal diam. Dia berusaha membujuk Arjuna untuk ikut
berperang. Dia tahu persis bahwa kekuatan Arjuna akan sangat berarti untuk
memperkuat pasukan Pandawa. Tanpa Arjuna sama saja mereka akan mengalami
kekalahan.
Kresna berusaha keras
membujuk Arjuna untuk ikut berperang. Namun, Arjuna punya alasannya sendiri. Di
sinilah justru inti dari buku ini. Lewat perdebatan alot antara Kresna dan
Arjuna, kita sebagai pembaca diajak untuk menyelami ide-ide filosofis yang
tumbuh pada masa itu dan bagaimana ide-ide itu digunakan untuk berbagai
kepentingan.
Misalnya, saat Kresna
berargumen bahwa semua manusia sejatinya adalah percikan kebesaran Ilahi.
Mereka punya sesuatu di dalam tubuh fisik yang tak akan pernah mati meskipun
badan telah hancur. Yang dimaksud Kresna mungkin apa yang saat ini kita sebut
sebagai roh. Menurutnya, semua roh pada dasarnya sama karena roh adalah
pancaran kebesaran ilahi. Roh tidak bisa dihancurkan meskipun kamu membunuh
tubuh fisiknya karena tubuh hanyalah wadah sementara saja. Lewat argumen ini,
Kresna seperti hendak bilang ke Arjuna bahwa meskipun perang merenggut banyak
korban jiwa, pada dasarnya tak ada yang mati, roh mereka tetap ada dan hidup,
dan akan menitis kembali pada kehidupan yang lain. Jadi, Arjuna tak perlu
khawatir kalau ia menumpahkan darah. Toh, pada dasarnya kita semua ini satu karena
berasal dari tempat yang sama.
Arjuna tentu tidak
dengan mudah menerima argumentasi Kresna. Menurutnya perang yang dilandasi
dengan dendam, amarah, dan keinginan untuk berkuasa hanyalah pelampiasan nafsu
keegoisan semata. Ini tak dapat dibenarkan. Pendapat Arjuna membuat Kresna
berpikir keras dan pada akhirnya menyerang balik Arjuna dengan menggunakan
gagasan ini. Ia bilang bahwa kesatria yang tak mau menghadapi perang
sesungguhnya juga sedang menuruti hawa nafsu keegoisannya, kesatria itu
sesungguhnya hanya takut saja, dan takut menurutnya juga nafsu seseorang.
Menurut Kresna, seorang
kesatria yang lari dari medan perang adalah pengecut, apapun alasannya. Ia
menekankan bahwa tugas manusia di dunia ini adalah menjalankan perannya
masing-masing dengan sebaik mungkin. "Setelah kaulakukan apa yang
seharusnya kaulakukan, maka berhasil ataupun gagal, bukan lagi menjadi
urusanmu. Iti urusan Ilahi. Maka berserah dirilah kepada-Nya."
Mereka terus berdebat
dan berdiskusi, sejalan dengan kedua belah pasukan yang semakin dekat menuju medan
peperangan. Lewat
perdebatan kedua tokoh inilah banyak gagasan-gagasan penting yang bisa
kita pelajari. Ini seperti saat kita ngobrol dengan teman dekat di tengah malam
dengan obrolan yang bisa mengarah ke mana saja dan kita mendapat pencerahan
dari obrolan itu.
Kebenaran terkadang
begitu buram dan tak pasti. Apa yang kita anggap benar seringkali ternyata
salah dan apa yang kita anggap salah seringkali ternyata benar. Apa yang
merugikan kita pada awalnya bisa jadi menguntungkan pada akhirnya. Hidup
manusia memang begitu kompleks. Kehidupan seringkali tak bisa kita nilai dengan
pandangan benar-salah saja. Ini karena kebenaran pun bisa dimanipulasi,
dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu dan pada akhirnya, kebenaran
akan selalu menjadi objek perdebatan umat manusia yang memang terus-menerus
mencarinya sepanjang hayat.
Lewat pemikiran kedua
tokoh dalam buku ini, kita akan terbawa pada pembahasan mengenai Ilahi, hakikat
menjadi manusia, pengendalian atas nafsu, bagaimana berbakti pada Ilahi,
bagaimana berserah diri pada Ilahi, dan bahkan sampai kepada konsep manunggaling
kawula gusti yang sangat populer itu.
Informasi Buku:
Judul
Buku: Bhagawad Gita
Penulis: Heru HS
Penerbit: Ecosystem
Publishing
Cetakan I: 2018
Tebal: 104 halaman
ISBN: 978-602-1527-58-0
-------------------------
Baca ulasan buku lainnya di Guru Mulang:
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!