Dulu saya kuat sekali membaca buku. Saya
masih ingat pernah membaca The Ark, sebuah novel setebal kurang lebih
500 halaman, hanya dalam dua hari. Saya menamatkan seri Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi kurang lebih satu minggu. Saya mengikuti semua turnamen The
Hunger Games dalam kurang lebih 4-5 hari, tentu melalui buku, ya. Hehe.
Intinya, ketahanan membaca saya bagus.
Tapi, saya lantas curiga; jangan-jangan ketahanan membaca saya ini hanya berlaku untuk buku-buku yang “mudah dibaca”.
Perlahan saya bergeser ke buku yang “sulit dibaca” (menurut ukuran saya). Saya membaca Fihi Ma Fihi dan berhasil menyelesaikannya. Saya membaca Mahatma Gandhi. Saya membaca The Great Story of Muhammad. Saya membaca buku-buku Pram. Saya membaca buku-buku tafsir yang membosankan. Membosankan karena sulit sekali saya pahami. Saya berhasil menaklukkan mereka, meski waktu yang saya habiskan bersama mereka sedikit lebih lama dari biasanya. Uhh... so cweet. Huuek.
Dari sini, saya simpulkan bahwa ketahanan membaca saya tak dipengaruhi oleh mudah atau tidaknya buku itu dibaca. Kalau saya sudah berniat menyelesaikan sebuah buku, maka saya selesaikan. Tak peduli mudah atau sulit. Tak peduli apakah saya paham atau tidak, apakah berguna atau tidak, apakah menarik atau tidak, saya tetap menyelesaikannya.
Itu semua terjadi dulu. Dulu sekali. Sekarang, ketahanan membaca saya sangat payah, teramat payah, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih payah.
Bulan kemarin, saya membeli enam buah buku, yang sampai saat ini hanya satu buku mampu saya tuntaskan. Itu pun karena saya memaksa dan memaksa dan memaksa lagi untuk menyelesaikan satu buku itu sebab harganya mahal. Sayang sekali sudah beli mahal-mahal tapi tidak dibaca.
Kalau terus seperti itu, sebentar lagi saya pasti jadi bibliomania. Beli buku iya, dibaca kagak.
Saya bertanya-tanya, apa yang membuat ketahanan membaca saya jadi sangat payah. Apakah karena harga buku? Apakah karena saya sibuk? Apakah karena saya bosan membaca?
Saya tidak pernah puas dengan jawaban-jawaban atas pertanyaan itu, sampai saya teringat sebuah buku yang membahas dampak internet terhadap cara pikir manusia. Buku itu ditulis oleh Nicholas Carr, berjudul The Shallow.
Nichol tidak memungkiri bahwa internet telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. Namun, dia juga tidak menutup mata terhadap harga yang harus kita bayar untuk itu.
Internet akan mendangkalkan cara pikir manusia, tulis Nichol dalam bukunya. Fase yang dilalui adalah hilangnya ketahanan membaca, yang pada akhirnya mengikis cara pikir literal manusia.
Mengapa bisa demikian?
Membaca di internet berbeda dengan membaca buku. Saat kita membaca di internet, misalnya berita, artikel, atau cerita, di sana ada hal lain yang kadang sama sekali tak ada hubungannya dengan apa yang sedang kita baca. Apa saja itu? Bisa berupa link ke tulisan lain, iklan, video, dan atau gambar. Semakin banyak semakin buruk.
Mungkin orang mengira bisa melewati itu semua begitu saja sambil tetap melanjutkan membaca. Nyatanya tidak. Otak akan memproses semua itu. Saat ada link ke tulisan lain dalam sebuah tulisan yang sedang kita baca, paling tidak akan ada dua pilihan, membukanya nanti atau tidak sama sekali. Ini membutuhkan kerja otak. Meski bisa berlangsung sesaat, ini tetaplah kerja otak. Dan, ini mempengaruhi daya ingat kita terhadap apa yang telah kita baca.
Tidak hanya sampai di situ saja. Membaca di internet memberikan kemudahan kepada kita untuk berganti dari satu topik ke topik lain dalam sekejap. Untuk meninggalkan satu topik, kita tinggal klik link yang mengarahkan kita ke topik lain. Mudah. Tapi, ini membuat kita akan segera melupakan topik yang tadi kita tinggalkan. Apalagi jika topik itu biasa-biasa saja dengan gaya penyampaian yang biasa-biasa pula.
Nichol melakukan penelitian terkait orang yang membaca di internet. Dia ingin mengetahui sejauh mana orang-orang mampu mengingat apa yang telah dibacanya di internet. Hasilnya mencengangkan. Orang-orang hanya mampu mengingat topik terakhir yang dibacanya. Saya lupa persetasenya berapa karena sudah lama saya membaca buku yang ditulis Nichol ini.
Kini saya tidak tahan dengan teks-teks panjang yang bertopik tunggal, yang disajikan dengan pembahasan mendalam.
Saya lebih suka menjelajah internet. Berloncatan dari satu topik ke topik lain. Ini tidak membuat saya bosan. Dan, ini menyenangkan. Apalagi ditambah fakta bahwa layar ponsel dapat memancarkan cahaya yang membuat otak menahan pelepasan hormon tidur, yang akhirnya membuat kita tetap terjaga. Saya lupa nama hormon tidur itu. Kalau Anda penasaran tinggal tanya google saja. Hehe.
Saya kuat membaca di internet satu sampai dua jam. Tapi, saya malah merasa menjadi seperti mesin pemindai; menyeleksi judul-judul artikel yang menarik, menyeleksi topik-topik favorit, menyeleksi berdasarkan nama penulis, apakah saya klik atau lewati, apakah saya tonton atau nanti saja, dan lain sebagainya. Ini tidak masalah kalau dilakukan secara terpisah dengan kegiatan membaca. Sayangnya, kita melakukan proses seleksi ini bahkan ketika kita sedang membaca sebuah artikel. Bahkan artikel yang pendek.
Berbeda dengan bacaan di internet, bacaan di buku biasanya satu topik saja. Kalau pun ada buku yang terdiri atas beragam topik, biasanya topik-topik di dalamnya masih berkaitan satu sama lain. Kita melakukan proses seleksi sebelum membaca buku bukan ketika membacanya.
Perihal link ke tulisan lain, buku juga punya. Kita menyebutnya referensi atau daftar pustaka, atau apapun Anda menyebutnya. Bedanya, dalam buku, link itu berkaitan dengan topik buku. Meskipun berkaitan, kita tidak akan berpindah dengan mudah ke buku atau tulisan lain yang tertera di referensi itu.
Kalau Anda rajin membaca artikel di internet, cobalah selidiki, apa saja yang mampu Anda ingat sampai saat ini. Kalau itu terlalu berat, cobalah ingat apa yang Anda baca satu sampai dua hari lalu. Saya yakin Anda akan kesulitan mengingatnya.
Sekarang saya sedikit paham mengapa benda yang paling sering saya sentuh ini dinamakan smartphone bukan smartpeople.
----------------------------------
Artikel lain di blog Guru Mulang:
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!