Ulasan Buku BH Karya Emha Ainun Nadjib: Narasi Orang-Orang Terpinggirkan

Gambar: dokumen pribadi

Berkali-kali saya menemukan buku-buku yang Emha tulis, baik berupa kumpulan puisi, maupun esai di toko-toko buku langganan saya. Akan tetapi, di antara  buku-buku yang Emha tulis, saya tidak menemukan satupun buku kumpulan cerpen. Hingga pada suatu hari, ketika saya pergi ke pasar loak, saya melihat nama Emha Ainun Nadjib tertulis pada kover buku kumpulan cerpen berjudul BH. Didorong rasa penasaran, saya membeli buku itu dan membacanya tentu saja.

Kebanyakan buku-buku Emha memang kumpulan esai. Kalau tidak salah ada lima belas buku kumpulan esai yang telah diterbitkan. Di antaranya Dari Pojok Sejarah (1985), Secangkir Kopi Jon Pakir, Markesot Bertutur, Markesot Bertutur Lagi, dan lain-lain. Hanya ada satu novel dan satu buku kumpulan cerpen. Buku kumpulan cerpen inilah yang telah saya baca, dan tentu saja saya ambil manfaatnya semampu saya pribadi.

Banyak hal yang disampaikan Emha dalam buku ini. Semuanya terangkum dalam 23 cerpen yang apik dan menggelitik. Cerpen-cerpen di buku ini mengangkat permasalahan hidup orang-orang yang selama ini sering dipandang sebelah mata. Mereka adalah, pelacur, pengangguran, gelandangan, pencuri, pengemis, dan bahkan waria. Mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan. Lewat buku ini kita diajak—atau lebih tepatnya diseret—masuk ke dunia gelap mereka: dunia yang selama ini tak pernah kita inginkan terjadi dalam kehidupan kita.

Masalah-masalah yang dihadapi tokoh-tokoh dalam ceritanya sangat dekat dengan kehidupan pembaca. Bagaimanapun juga, kumpulan cerpen BH ini merupakan buah kreativitas Emha dalam berbagai persoalan kehidupan manusia, misalnya cerpen Jimat, Pesta, Seorang Gelandangan, Ijazah. Semua disajikan apik, menggelitik, dan apa adanya. Pembaca tidak perlu khawatir akan menemukan kalimat-kalimat yang membumbung setinggi langit dalam cerpen-cerpen Emha. Gaya berceritanya terus terang. Tokoh-tokohnya ada dalam kehidupan nyata, hidup dan terus hidup di hati siapapun yang telah membacanya.

Dalam cerpen Lelaki Ke-1000 di Ranjangku misalnya, Emha menarasikan kehidupan Nia (seorang pelacur) yang dalam sehari dapat meladeni kurang lebih 8 laki-laki binal. Tentu saja Nia merasa ia adalah manusia busuk, “...dan untuk perempuan yang begini busuk dan hampir tak mampu lagi melihat hal-hal yang baik dalam hidup ini...”.

Tetapi, Nia juga merasa bahwa ia adalah wanita yang bijak, “..siapa yang lebih bijak dari seorang pelacur? Ia harus ramah, supel, senyum dalam keadaan apapun. Jadi, hitunglah berapa kekuatan jiwa yang kubutuhkan untuk menjadi seorang pelacur...”.

Perjalanan hidup Nia sebagai seorang pelacur sampai pada laki-laki ke-1000. Yang menarik, laki-laki itu tidak meniduri Nia sebagaimana layaknya laki-laki yang lain. Mereka hanya mengobrol sampai pagi. Tapi, Nia merasa bahwa laki-laki itu telah memberikan kenikmatan persetubuhan batin yang selama ini belum pernah ia rasakan. Ternyata laki-laki itu adalah seorang pegawai surat kabar.

Setelah persetubuhan batin itu, Nia melihat dirinya sendiri dalam sebuah surat kabar. Semenjak itu, karirnya sebagai seorang pelacur hancur berantakan. Ia tak tahu apakan harus senang ataukah sedih karena karirnya telah hancur. Selama ini ia bergantung pada pekerjaan itu. Di sisi lain, Nia sama sekali tak menginginkan dirinya menjadi seorang pelacur. Bahkan di setiap malam yang ia lalui dalam kesendirian, ia selalu menangisi dosa-dosanya.

Gambar: pixabay.com

Jika diperhatikan secara saksama, semua cerpen dalam buku ini mengangkat penderitaan yang dialami tokoh-tokohnya. Sepertinya, Emha memang secara sengaja ingin menampilkan penderitaan para tokoh-tokohnya secara linier. Dalam cerpen Pesta misalnya, tokoh aku yang sangat miskin menderita sekali menghadiri pesta ulang tahun, ia begitu terkucilkan dengan kemiskinannya. Namun, idealisme yang ia pegang sebagai seorang manusia memberinya kekuatan untuk menghadapi keterkucilan itu dengan berbagai cara yang menjengkelkan.

Ada nilai-nilai kehidupan yang sangat agung tersembunyi  dalam cerpen-cerpen Emha, di setiap kalimat demi kalimat yang meluncur deras tanpa bisa kita bendung.  Nilai-nilai agung itu tidak tersampaikan oleh penceramah atau dalam pidato pada mimbar-mimbar mewah, nilai-nilai itu tersampaikan justru lewat tokoh-tokoh yang unik—kadang menjijikan— dan tak tertebak, seperti dalam cerpen Stempel.

Sesekali Emha memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menebak-nebak  apa yang telah dan akan terjadi pada tokohnya, seperti dalam cerpen Tangis. Emha menyembunyikan akhir cerita tanpa membuat cerita itu mati. Pembaca memutuskan sendiri apa yang akan terjadi pada tokoh wanita yang menangis pada malam hari itu.

Kemampuan Emha menarasikan penderitaan orang-orang terpinggirkan melalui tokoh-tokohnya yang unik—kadang menjijikan—dan tak tertebak, mampu mencabik-cabik perasaan pembaca, dan sesekali mengoyak egoisme dan prasangka yang kerapkali menjadi tembok tebal yang menghalangi kita untuk menengok sisi lain dari orang-orang yang terpinggirkan itu.

Emha Ainun Nadjib layaknya narator, menulis dengan gaya bercerita yang membuat pembaca seolah diajak untuk merasakan pengalamannya dari dekat.  Ia telah berhasil  mengungkapkan rahasia hidup orang-orang yang terpinggirkan  secara outentik dan subtil, cerdik dan bijaksana. Pergulatan batin setiap tokoh-tokohnya berkaitan dengan masalah yang mereka hadapi memberikan pandangan yang sama sekali baru untuk kita.

Aktivitas Emha yang kerapkali bergumul dengan orang-orang kelas sosial menengah ke bawah ini membuat ia memahami betul persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi. Kita tahu, bersama kelompok Kiai Kanjengnya, Emha kerap diminta memberi konsultasi: baik masalah yang berkaitan dengan psikologi hingga parapsikologi bahkan yang berbau “paranormal”. Jadi, layak kiranya jika kita membaca cerpen-cerpen yang Emha tulis yang merupakan saripati kehidupan yang sangat berharga buat kita. 

Judul: BH

Penulis: Emha Ainun Nadjib

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Tahun Terbit: 2016 (Terbit pertama 2005)

Jumlah halaman: 246 halaman

Bahasa: Indonesia

Harga: Rp. 64.000,00

ISBN:  978-979-709-586-4

Komentar

Postingan Populer