Aku banyak belajar dari pengalaman melamar kerja sebagai guru Bahasa Indonesia. Aku belajar berinteraksi dengan orang-orang baru. Kali lain, ketika ada kesempatan, aku akan berinisiatif mengenalkan diri terlebih dahulu kepada orang lain. Ini keterampilan yang cukup penting namun tidak mudah: menjalin relasi.
Pada pengalaman pertamaku melamar kerja, ada sembilan peserta yang mengikuti seleksi. Mereka kulihat kurang persiapan sepertiku. Kalau saja aku mau mempersiapkan diri sedikit lebih baik dari mereka, mungkin saja aku yang akan lolos.
Seleksi dilakukan dua tahap. Tahap pertama tes tertulis dengan mengerjakan soal-soal pilihan ganda. Sedangkan tahap kedua praktek mengajar langsung. Pada tes tertulis, aku mampu menyelesaikan soal yang diberikan panitia dengan cepat. Dari sembilan peserta aku mendapat nilai terbaik.
Pada tahap praktek mengajar, kulihat banyak dari mereka kurang persiapan. Peserta pertama yang paling kacau. Ini bisa dimaklumi. Dia kurang persiapan. Selain kurang persiapan, dia maju pertama sehingga tak ada contoh dari peserta lain. Dia tak memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu sepuluh menit yang diberikan hanya dia pakai sekitar empat menit.
Ada dua peserta yang mempersiapkan diri dengan sangat baik. Mereka membuat RPP dan pastinya mereka telah berlatih untuk praktek pembelajaran.
Salah satu dari mereka telah berpengalaman mengajar selama 10 tahun. Untuk ukuran seorang guru yang sudah berpengalaman selama itu, menurutku penampilannya payah. Namun, jika dibandingkan dengan peserta lain, dialah yang terbaik. Dia membuat RPP, dia memaksimalkan waktu yang diberikan dengan sangat baik. Dia membuka pembelajaran dengan baik, dia menyampaikan materi dengan baik, dan dia menutup pembelajaran juga dengan baik.
Ternyata aku lolos ke tahap selanjutnya. Tahap wawancara. Dari sembilan peserta diambil lima kandidat yang deseleksi lagi melalui wawancara. Dari lima kandidat diambil dua peserta untuk wawancara tahap akhir dengan kepala sekolah dan ketua yayasan. Aku berkesempatan masuk tahap akhir dengan seorang gadis asal Wonosobo. Aku lupa namanya. Di tes wawancara terakhir ini aku diminta melafalkan doa qunut. Sayangnya aku tak hafal. Mungkin karena inilah bukan aku yang terpilih.
Dari kegagalanku, aku belajar:
Pertama, kita harus setidaknya yakin bahwa semua peserta seleksi memiliki peluang yang sama besar. Peluang yang sama besar ini baru berubah setelah beberapa tes dilakukan termasuk wawancara. Artinya, kita tak perlu minder atau tidak percaya diri. Minder hanya akan mengganggu konsentrasimu. Tidak ada manfaatnya sama sekali. Sebaiknya, pandanglah orang lain dengan pandangan yang wajar.
Mereka bisa saja lebih baik darimu sebagaimana kamu bisa saja lebih baik dari mereka. Kamu bisa saja lebih buruk dari mereka sebagaimana mereka bisa saja lebih buruk darimu. Mereka bisa saja setara denganmu sebagaimana kamu bisa saja setara dengan mereka. Tak ada masalah jika mereka memang lebih kompeten darimu, itu hanya sinyal bahwa kamu perlu meningkatkan diri lagi.
Karena pada seleksi kali ini aku merasa kualitasku masih rata-rata, bahkan tergolong buruk, maka aku perlu berlatih untuk meningkatkan kualitasku. Minimal, aku harus berlatih memperbaiki public speaking. Kemampuan ini sangat penting untuk selalu dilatih dan dilatih lagi dan lagi.
Kalau kamu sepertiku, sama-sama calon guru bahasa Indonesia, kamu perlu meningkatkan empat kemampuan berbahasamu yaitu menyimak, berbicara, menulis dan membaca. Teruslah berkembang, jangan pernah merasa puas dengan kebaikan.
Kedua, persiapan yang buruk membuatmu memperoleh hasil yang buruk. Sedangkan persiapan yang baik belum tentu membuatmu memperoleh hasil yang baik. Kegagalan itu menyakitkan, jadi persiapkan dirimu dengan sangat baik.
Kegagalan terasa lebih menyakitkan kalau kamu nyaris berhasil. Seperti aku yang sudah sampai di tahap akhir wawancara ini.
Waktu itu aku memiliki kesempatan untuk membuat RPP, namun aku tidak membuatnya. Kalau aku membuatnya, tentu aku akan memiliki nilai lebih di hadapan dewan seleksi. Aku juga punya kesempatan untuk mencari informasi mengenai bagaimana proses seleksi di sekolah yang kulamar. Sayangnya aku tak melakukannya sehingga aku tak tahu kalau di sekolah itu mengharuskan gurunya hafal doa Qunut.
Kita tak tahu hari depan akan seperti apa. Itulah sebabnya persiapan selalu dibutuhkan. Apapun tujuanmu. Persiapan relatif bisa membuat tujuanmu lebih mudah tercapai.
Ketiga, ambil inisiatif untuk lebih aktif. Tidak ada salahnya mengambil inisiatif. Salah satu inisiatif yang dapat kamu lakukan yaitu dengan aktif bertanya baik kepada tim seleksi maupun kepada peserta lain. Dengan aktif bertanya atau memulai obrolan dengan peserta lain, kamu melepaskan ketegangan persaingan dan membuat dirimu menjadi semakin santai.
Ketegangan-ketegangan yang tadinya sangat mengganggu konsentrasi dapat kamu atasi melalui keakraban dengan peserta lain. Selain melepaskan ketegangan, kamu akan memiliki relasi baru.
Relasi pertemanan dari pengalaman mencari kerja mungkin sangat sementara. Kamu mungkin saja hanya mengenal mereka ketika seleski dilakukan. Tapi itu sama sekali bukan masalah. Kamu bisa menyimpan informasi mereka. Karena mengingat wajah dalam jangka waktu lama dengan hanya pertemuan singkat adalah suatu hal yang sulit, maka kamu bisa menyimpan nomor atau media sosialnya untuk tetap menjalin komunikasi bila diperlukan. Kamu bisa berbagi informasi lowongan kerja dengannya.
Keempat, baca baik-baik informasi lowongan yang akan kamu lamar. Ini sangat penting. Kamu harus pelajari informasi itu sedetail mungkin dan jika perlu pelajari juga instansi atau lembaga yang kamu lamar. Jangan seperti aku. Aku melamar sebagai guru bahasa Indonesia SMP. Ternyata hanya posisi tes dan wawancaranya saja yang dilakukan di SMP. Sedangkan lowongan gurunya untuk tingkat SD.
Ya, begitulah.
Simpulan dari simpulan yang telah kutulis adalah: jadilah pembelajar sepanjang hidup.
Banjarnegara
Sabtu, 1 Januari 2020
--------------------------------
Postingan Terkait:
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!