Memaknai Isra Mi’raj dalam Laku Kehidupan Modern

Isra Mi’raj adalah peristiwa penting dan bersejarah bagi umat Islam. Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia merayakannya, tak kecuali di Indonesia. Pengajian-pengajian akbar digelar. Ceramah-ceramah tentang peristiwa agung ini didengungkan di mana-mana. 

Setiap tahun, kita memaknai dan mengambil hikmah dari peristiwa itu untuk kehidupan kita. Dalam kehidupan modern yang makin hingar-bingar ini, makna dan hikmah dari peristiwa Isra Mi’raj tentu makin kita butuhkan.

Isra Mi’raj adalah dua bagian perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad ﷺ dalam waktu satu malam. Masyarakat kerap menggabungkan Isra Mikraj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mikraj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad ﷺ “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidilharam hingga Masjidilaqsa. Setelah itu, dalam Mikraj Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke Sidratulmuntaha, yang merupakan tempat tertinggi. Dalam peristiwa ini, beliau mendapat perintah salat lima waktu sehari semalam. Lantas, hikmah apa yang dapat kita petik dari peristiwa ini dan bagaimana kita memaknainya dalam kehidupan kita saat ini?

Peristiwa Isra Mi’raj bisa kita maknai sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hambaNya yang bertakwa. Hal ini bisa kita simpulkan berdasarkan waktu terjadinya Isra Mi’raj. Saat itu, Nabi Muhammad ﷺ baru saja ditinggal oleh orang-orang terdekatnya. Tahun itu menjadi tahun kesedihan buat Nabi Muhammad ﷺ. Saat itulah Allah SWT menghibur Nabi dengan mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi Muhammad melakukan perjalanan mulia, yang dimulai dari Makkah ke Masjid Alaqsa di Palestina kemudian diangkat ke langit tertinggi Sidratulmuntaha.

Menjaga ketakwaan dalam kehidupan modern saat ini tentu bukan hal mudah. Banyak hal-hal duniawi yang bisa melenakan kita dari menjaga ketakwaan. Kalau tak serius menjaga ketakwaan kita bisa tergelincir ke dalam kekufuran. Maka dari itu, dengan memaknai peristiwa Isra Mi’raj ini, kita diingatkan kembali bahwa Allah SWT sangat menyayangi hambaNya yang bertakwa. Kita pun barangkali akan lebih berhati-hati menjaga ketakwaan kita.

Gambar: umma.com

Peristiwa Isra Mi’raj juga bisa kita maknai sebagai pengingat bahwa kualitas salat kita sangatlah penting. Dalam peristiwa ini Nabi Muhammad ﷺ mendapat perintah salat 50 waktu dalam satu hari. Namun, Nabi Muhammad ﷺ diberi nasehat oleh Nabi Musa as. untuk meminta keringanan kepada Allah SWT. Akhirnya, perintah salat yang tadinya 50 waktu dalam sehari semalah berkurang menjadi 5 waktu dalam sehari semalam. Peristiwa ini bisa kita maknai bahwa kualitas salat kita seharusnya menjadi prioritas utama kita dalam kehidupan sehari-hari. Di era modern yang serba cepat ini, sangat rugi jika kita sampai mengabaikan kualitas salat kita. Apalagi jika kita sampai meninggalkan salat demi hal-hal yang sifatnya hanya sementara.

Kita bisa memaknai Isra Mi’raj dalam aspek spiritualitas, bahwa kita sebagai hamba Allah harus senantiasa terkoneksi dengan-Nya. Konektivitas ini tergambarkan dalam perintah sholat lima waktu. Melalui sholat, konektivitas manusia dengan Allah SWT terus tersambung, sehingga perbuatan manusia terkendali dan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman Allah yang artinya sesungguhnya sholat mencegah perbuatan yang keji dan mungkar.

Manusia yang selalu berbuat maksiat pada dasarnya terputus hubungannya dengan Allah SWT. Sehingga manusia itu tidak merasa berdosa saat melakukan kemaksiatan dan tidak takut siksa yang akan diberikan kepadanya di hari akhirat kelak.

Kita bisa menarik pelajaran dari peristiwa Isra Mi’raj untuk mencapai sukses dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.

Makna lainnya dari peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ adalah sifat malu dan tahu diri. Setelah mendapat pengurangan perintah salat untuk dilaksanakan umatnya, Nabi Muhammad ﷺ tidak kembali lagi menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Setelah menerima nasihat dari Nabi Musa Allaihi Salam, Nabi Muhammad ﷺ tidak kembali ke Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk meminta pengurangan dalam menjalankan ibadah salat. Beliau memiliki sifat malu dan tahu diri sehingga mencegahnya kembali menghadap Allah SWT untuk meminta keringanan bagi umatnya.

Di kehidupan modern ini, kita juga sebaiknya memelihara sifat malu dan tahu diri. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang mengorbankan segala hal demi meraih ambisi kita.

Gambar: reliv.co

Dari uraian yang telah dibahas, kita bisa simpulkan bahwa Isra Mi’raj bisa kita maknai (1) sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hambaNya yang bertakwa, (2) sebagai pengingat agar kita senantiasa memperbaiki kualitas salat, dan (3) sebagai pengingat agar kita punya sifat malu dan tahu diri.

Demikian pembahasan yang dapat gurumulang.com bagikan tentang Isra Mi’raj. Semoga bermanfaat.

Baca juga artikel menarik lainnya:

7 Persiapan Menyambut Bulan Suci Ramadhan

5 Cara Meraih Malam Lailatul Qadar


Komentar

Postingan Populer