ULASAN BUKU THE
WHITE BOOK KARYA HAN KANG
Membaca The White Book karya Han Kang seperti membaca
puisi dalam bentuk prosa. Kalimat-kalimatnya memiliki daya magis yang membuat
pembacanya berhenti sebentar untuk merenung. Ya, berhenti sebentar. Dalam hidup
yang serba cepat, ada hal-hal yang hanya bisa terlihat saat kita berhenti.
Seperti Han Kang yang melihat lintasan kehidupan dan pemikirannya saat ia
menaruh perhatian pada segala hal yang berwarna putih.
Warna putih telah membentuk dunia Han Kang lewat kenangan
akan kematian kakak perempuannya sesaat setelah dilahirkan. Han Kang hidup
dengan cerita-cerita kematian kakaknya yang membuatnya merenungkan tentang
kehidupan, kematian, kesedihan, kenangan, dan ketabahan menerima mereka yang
telah pergi sebelumnya. Renungan-renungan tersebut menyublim dalam bentuk prosa
yang sangat puitis.
Buku ini seperti potongan-potongan episode kesedihan yang
mendalam. Tak seperti novel namun juga tak seperti puisi. Kita akan sia-sia
mencari alur cerita di dalamnya. Namun, buku ini menjadi padu sebab terikat
oleh satu kesatuan tema, yaitu warna putih. Jika hanya dibaca sekilas, kita
akan kesulitan menemukan apa sebenarnya yang ingin disampaikan penulis.
Terkadang, penulis hanya mendeskripsikan sebuah benda dan kita harus
menebak-nebak apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan.
Sebagian tulisan dalam The White Book adalah renungan
tentang kematian dan kehidupan. Warna putih seperti warna pada kain kafan
adalah simbol kematian dalam berbagai budaya di dunia, termasuk di Indonesia.
Orang-orang sering memasang bendera putih untuk menandakan ada seseorang yang
meninggal. Warna putih juga bisa melambangkan awal kehidupan dalam bentuk air
susu ibu yang menjadi kebutuhan pertama seorang manusia untuk bertahan hidup.
Han Kang dalam buku ini juga menggunakan warna putih sebagai
medianya untuk menerima kenyataan dan bertumbuh sebagai manusia. Warna putih
menjadi simbol harapan seperti kristal-kristal salju yang begitu indah namun
segera meleleh dan lebur. Begitulah kehidupan ini bisa menjadi sangat indah
namun pada akhirnya tak ada yang abadi.
Uniknya, fakta bahwa tak ada yang abadi di dunia ini justru
bisa menjadi penghiburan. Sebagaimana keindahan dan kebahagiaan tidak abadi
kerusakan dan penderitaan juga tidaklah abadi. Bahkan seringkali kehancuran
diperlukan sebelum kita dapat merekonstruksi dunia kita.
Han Kang memilih latar cerita di Warsawa, Polandia yang
pernah hancur akibat Perang Dunia II sebagai simbol kemampuan manusia untuk
menghadapi kehilangan, kematian, dan penderitaan.
Kematian seringkali tak seburuk yang dibayangkan. Kematian
terkadang justru membebaskan sesuatu dari penderitaan. Seperti dalam tulisannya
yang berjudul Anjing Putih. Han Kang menceritakan seekor anjing putih yang
mengalami penderitaan karena kerap disiksa majikannya hingga anjing tersebut
sangat ketakutan saat berhadapan dengan manusia sampai-sampai tak bisa
menggonggong. Anjing itu mati dan penderitaannya pun berakhir.
Lewat The White Book ini Han Kang seolah-olah hendak
menyampaikan bahwa kematian dan kehilangan terkadang menyimpan keindahan yang
membantu kita menerimanya jika kita merenungkannya dengan mendalam. Gaya bahasa
yang puitis memberikan ruang kepada pembaca untuk merenung dan merefleksikan
pengalaman pribadinya dengan tenang. Buku ini enak dibaca pelan-pelan sambil
menikmati keindahan puitisnya dan, mungkin sambil menikmati kopi.
Informasi Buku:
Judul: The White Book
Penulis: Han Kang
Penerjemah: Dwita Rizki
Cetakan I: Januari 2025
Penerbit: Baca
Tebal: 205 halaman
Kategori: Novel
ISBN: 978-623-8371-34-1
-------------------------
Baca Ulasan Buku Han Kang Lainnya:
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!