Perjuangan Memeroleh Pengakuan; Ulasan Buku Kisah Seorang Pedagang Darah Karya Yu Hua

Menurut Becker dalam bukunya The Denial of Death, manusia adalah makhluk yang mampu mengonsep dan berpikir tentang diri mereka sendiri secara abstrak dan mampu membayangkan dirinya dalam situasi hipotesis. Kemampuan ini memungkinkan manusia merenungkan masa lalu maupun masa depan.

Pada titik tertentu, manusia akan menyadari bahwa kematian tidak bisa dihindari.

Kesadaran ini mengakibatkan apa yang disebut Becker “teror kematian,” sebuah kegelisahan eksistensial yang mendalam mengenai apa yang mendasari semua hal yang kita pikirkan atau lakukan.

Manusia tahu diri fisiknya pada titik tertentu akan mati dan musnah. Karena itu, manusia mengompensasi ketakutan terhadap tak bisa dihindarinya kemusnahan fisik dengan berusaha membangun diri konseptual yang bisa hidup abadi.

Itulah sebabnya, sadar atau tidak setiap orang ingin diakui keberadaannya.

Setiap orang berusaha membuktikan kalau dia ada. Eksistensinya di dunia perlu diakui oleh orang lain. Inilah alasan mengapa orang berusaha mematrikan nama mereka di gedung, patung, buku, bahkan di hati orang lain. Inilah alasan kita terdorong meluangkan banyak waktu kita, membaktikan diri untuk orang lain, mencapai berbagai prestasi, kesuksesan, bahkan melakukan kejahatan. Inilah alasan kita melakukan semua hal.

Kita haus akan pengakuan orang lain bahkan pengakuan diri sendiri.

Tokoh-tokoh dalam novel Kisah Seorang Pedagang Darah karya Yu Hua juga haus akan pengakuan. Novel ini menceritakan kehidupan keluarga miskin di tengah kesewenangan rezim Mao.

Xu Sanguan sebagai kepala keluarga bekerja sebagai pendorong gerobak kepompong di pabrik sutra. Ia mencari tambahan uang dengan menjual darahnya. Ia memiliki istri cantik jelita bernama Xu Yulan.

Di masa lalu, Xu Yulan membuat satu kesalahan yang membuatnya melahirkan anak dari hasil perselingkuhan. Xu Yulan melahirkan tiga orang anak. Namun, hanya dua yang diakui oleh suaminya karena anak pertama adalah hasil perselingkuhan dengan tetangganya.

Awalnya, Xu Xanguan sangat bangga karena memiliki tiga orang anak. Ia mengira telah diakui oleh masyarakat sebagai laki-laki sejati. Ia tidak tahu kalau yang terjadi justru sebaliknya, menjadi bahan tertawaan masyarakat.

Orang-orang malah menganggapnya pecundang karena ia tanpa sadar memberi makan anak orang lain yang lahir dari rahim istrinya.

Xu Xanguan baru menyadari setelah anak itu menjadi remaja dan malah menunjukkan kemiripan dengan tetangganya.

Semangat Xu Xanguan untuk bekerja luntur seketika. Harapannya untuk diakui sebagai laki-laki sejati musnah. Ia hanya mau ongkang-ongkang di rumah. Tak mau melakukan apa pun.

Xu Yulan dicap sebagai pelacur oleh masyarakat. Semua orang di kota mengetahui hal ini. Ia tidak bisa mengelak dan memutuskan menerimanya sebagai hukuman atas kesalahannya di kehidupan yang lalu.

Yang tidak bisa ia terima adalah perlakuan suaminya yang sama sekali tak lagi menganggapnya ada. Padahal meski dia melakukan kesalahan dia juga tak kurang-kurang baiknya.

Dia rela menderita, mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang berat, dan melahirkan dua anak untuk suaminya. Dia ingin, setidaknya, kebaikannya diakui oleh suaminya.

Pengakuan yang diinginkan Xu Xanguan berbeda dengan Xu Yulan dalam hal sumbernya.

Xu Sanguan ingin diakui oleh masyarakat luas. Ia ingin diakui oleh orang-orang di kotanya. Sumber pengakuan yang diinginkannya bersifat eksternal. Ia tak peduli hati nuraninya. Yang ia pedulikan hanya pengakuan dari orang-orang.

Sedangkan sumber pengakuan yang diinginkan Xu Yulan sebenarnya adalah dirinya sendiri. Dengan kata lain, sumber internal.

Keinginan agar suaminya mengakui bahwa ia bisa berbuat baik sebenarnya hanya pendorong yang dibutuhkannya untuk meyakinkan dirinya sendiri yang selalu ragu akan eksistensinya. Ia selalu menganggap dirinya tak bisa berbuat apa-apa di kehidupan saat ini.

Ia beranggapan reinkarnasinya hanya sedang menjalani karma atas dosa-dosa di kehidupan sebelumnya. Namun, ia juga sekaligus berharap bisa berbuat sesuatu. Itulah sebabnya, pengakuan suaminya jadi sangat penting buatnya, hingga ia mau melakukan apa saja.

Xu Yile, anak pertama Xu Yulan yang lahir dari perselingkuhan juga tak luput dari kehausan akan pengakuan. Ia tak diakui oleh Xu Xanguan sebagai anak. Ia mencari pengakuan ke ayah kandungnya. Namun, bukan pengakuan yang dia dapatkan. Ia malah mendapat ancaman dan bahkan pukulan.

Ia yang kebingungan harus berbuat apa lagi, berjalan tanpa arah sambil bersumpah tak akan kembali lagi. Namun, ia kelaparan dan akhirnya kembali ke rumah.

Di rumah, Xu Xanguan memperlakukannya berbeda dengan dua anaknya. Ini membuatnya sedih dan putus asa. Misalnya, ketika Xu Xanguan habis pulang menjual darah, ia seorang diri yang tak diajak ke Restoran Kemenangan untuk makan hati babi goreng. Ia hanya diberi ketela bakar yang tak membuatnya kenyang, yang ia makan sambil menangis.

Xu Xanguan yang telah kehilangan harapan untuk diakui sebagai laki-laki sejati, menemukan harapan baru. Ia ingin diakui sebagai sosok laki-laki yang baik hati dan dermawan.

Ia mulai mengkhotbahkan ke pintu-pintu tetangga bahwa meski ia dijahati, dikhianati, ia tetap mau merawat anak itu. Suatu hari Xu Yile membuat seorang anak masuk rumah sakit setelah memukul kepala anak itu dengan batu. Xu Sanguan rela barang-barang di rumahnya diangkut paksa untuk membayar denda yang diakibatkan oleh anak bukan biologisnya itu.

Rasa haus akan pengakuan ini ternyata tak bertahan selamanya. Rezim Mao membawa kesengsaraan yang luar biasa waktu itu.

Paceklik dimana-mana. Tak semua keluarga dapat makan setiap hari. Keluarga Xu Xanguan bertahan dengan hanya makan bubur encer yang sama sekali tak membuat kenyang.

Xu Yulan dihukum sebagai pelacur, dipermalukan setiap hari di depan umum dalam ritual yang dinamakan Hujat Ganyang. Dia digunduli. Di dadanya digantung papan bertuliskan pelacur.

Keluarga Xu Xanguan mengalami penderitaan luar biasa. Namun, penderitaan itu justru yang menyatukan mereka.

Mereka membuang rasa haus akan pengakuan orang lain dan mulai menerima kenyataan apa adanya.

Melihat penderitaan Xu Yulan, akhirnya terbuka hati Xu Xanguan yang sebenarnya sangat mencintai istrinya. Ia tak peduli lagi dengan omongan orang-orang kalau dia serumah dengan pelacur.

la juga mulai memperlakukan Xu Yile seperti dua anaknya yang lain. Saat malam sangat dingin dan mereka semua kelaparan, Xu Xanguan memasak aneka daging untuk anak-anak dan istrinya. Namun, yang dimaksud memasak di sini hanyalah memasak melalui kata-kata, yang justru membuat adegan ini begitu menyentuh dan mengharukan.

Ikatan di antara keluarga Xu Xanguan menemukan bentuknya yang baru. Ikatan baru itu tak melulu di dasarkan pada ikatan darah maupun pernikahan.

Xu Yile suatu ketika sakit hepatitis dan harus dilarikan ke rumah sakit di kota besar. Xu Xanguan yang dulu enggan memberikan hasil menjual darahnya untuk Xu Yile, malah rela menjual darahnya sampai hampir mati. Dia jalan kaki menempuh berkilo-kilo meter menyusul anaknya di rumah sakit sambil menjual darah di setiap rumah sakit yang dilaluinya.

Mereka akhirnya mencapai apa yang disebut oleh Becker sebagai “antidot yang pahit”, yaitu keberhasilan berdamai dengan diri sendiri; menerima bahwa mereka pada suatu saat akan mati juga. Dan, jika mereka tak mungkin hidup selamanya lebih baik  menghargai kehidupan yang ada saat ini.

Menghargai hubungan dengan orang-orang terdekat barangkali adalah hal yang sangat layak diusahakan sepahit apa pun. Inilah salah satu bentuk menghargai kehidupan.  Kisah keluarga Xu Xanguan ini begitu memesona saya.

Ada banyak hal lain dalam novel ini yang tentu tak bisa saya ungkapkan di sini. Novel ini sangat kaya. Berlatar masa Revolusi Kebudayaan di bawah rezim Mao, novel ini menyuguhkan humor yang getir, kengerian, dan sekaligus welas asih.

Saya merasa perlu berterima kasih pada Agustinus Wibowo yang telah menerjemahkan kisah keluarga Xu Xanguan.

Saya sangat beruntung bertemu novel ini.

Info Buku:

Judul: Kisah Seorang Pedagang Darah

Penulis: Yu Hua

Penerjemah: Agustinus Wibowo

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2017

Tebal: 288 hlm; 20 cm

ISBN: 978 602 03 3919 1


Baca ulasan buku yang terkait:

TERIMA KASIH 

SUDAH MAMPIR DI BLOG INI!


👍👍👍👍


JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR ANDA! 


Komentar

Postingan Populer