Nostalgia
Gambar: pixabay.com |
Lelaki tua renta itu duduk di balkon rumahnya. Dari sana, ia dapat melihat kendaraan yang sibuk di pagi hari, yang lebih banyak didominasi sepeda motor. Sebenarnya, bukan itu tujuannya duduk di sana. Ia hanya tak ada pekerjaan lain lagi. Semenjak anak-anaknya menikah, ia seorang diri. Istrinya sudah lama mati, menunggunya di alam baka.
Ia sendirian di sana, menunggu mentari pagi yang hangat. Sendi-sendinya yang tua kadang terasa ngilu ketika embusan hawa dingin pagi menerpanya. Tapi, tak masalah buatnya. Ia senang duduk di balkon rumahnya.
Dari balkon rumahnya, dilihatnya seorang anak yang diantar ayahnya ke sekolah. Itu membuatnya mengingat masa kecilnya dulu.
Ia senang duduk di balkon rumahnya sambil mengenang masa lalu. Mungkin itulah alasannya senang duduk di sana. Tak ada yang mengganggunya bernostalgia.
Apa, sih, yang dapat dilakukan seorang tua renta seperti dirinya selain mengenang-ngenang masa lalu?
Ia seorang lelaki tua renta duduk di balkon rumahnya sambil mengenang betapa waktu telah memberi sekaligus merenggut banyak hal darinya. Hanya kenangan. Barangkali hanya kenangan yang belum habis direnggut oleh sang waktu.
Di sana, di balkon rumahnya, ia duduk sambil melihat dirinya sendiri menyunggi tompo berisi pasir. Keringat meleleh di keningnya. Ia juga melihat teman-teman masa kecilnya menyunggi tompo. Ada yang mengisinya dengan pasir, kerikil, atau batu-batu sekepalan tangan.
Mereka menumpuknya di halaman sekolah. Batu-batu, kerikil-kerikil, dan pasir-pasir itu dipakai untuk membangun sekolahnya kelak jika sudah terkumpul cukup banyak. Setiap Sabtu pagi kerja anak-anak sekolah di desanya adalah mengangkut semua itu dari pinggir kali terdekat.
Mereka melewati jalan menurun untuk sampai di sana dan tentu saja harus menanjak untuk kembali. Kadang, mereka berenang dulu di pinggiran sungai yang dangkal, bersenang-senang dengan mencari udang kecil di balik batu, atau berlomba melempar batu pipih di permukaan air. Tugas mengangkut material bangunan dari kali tak terasa berat buatnya. Ia dan teman-temannya malah senang.
Sambil berayun-ayun di kursi malasnya, lelaki tua renta itu dapat melihat gedung sekolahnya dahulu kini menjulang megah. Ia bangga. Bukan dengan gedung itu. Ia bangga dengan kenangannya.
*tompo = wadah yang terbuat dari anyaman bambu
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!