Islam di Buku dan Islam di Luar Sana (Ulasan Buku Islam Kita Nggak Ke Mana-Mana Kok Disuruh Kembali Karya Ahmad Khadafi)

Islam Kita Nggak Ke Mana-Mana Kok Disuruh Kembali, oleh Ahmad Khadafi. Penerbit: Buku Mojok. Cetakan kedua, Oktober 2019. Dimensi 14 x 20 cm, xii + 219 halaman. ISBN: 978-623-7284-01-7.

Ada sekitar 37 cerita di dalam buku ini dengan judul-judul yang lumayan panjang dan sangat memikat. Lihat saja Amar Makruf Gus Mut dan Dakwah Sandal Jepit Kiai Kholil, Seorang Bajingan yang Suka Mabuk-Mabukan Pun Berhak Mencintai Allah, Rayakan Tahun Baru Kok Dibilang Budaya Yahudi, Nasrani, dan Majusi, Sih? dan tentu saja masih banyak lagi. 

Cerita-cerita di dalam buku ini ada yang terinspirasi dari kisah nyata, ada yang terinspirasi dari kisah-kisah dalam sebuah kitab, ada juga yang terinspirasi dari ceramah-ceramah para kiai sungguhan. 

Di akhir cerita, biasanya ada kutipan yang diambil dari cerita itu yang ditulis dengan besar. Sangat menarik dijadikan quotes untuk kita posting di media sosial tentunya.

Baiklah, mari kita bahas beberapa cerita dalam buku ini.

“Gus, Gus Mut, ada orang kencingi masjid,” kata Fanshuri. Gus Mut hampir tidak percaya apa yang baru saja di dengarnya. Untuk memastikannya, mereka menuju ke lokasi kejadian. Di sana ramai orang-orang berkumpul. 

Mas Is yang sangat dikenal oleh Gus Mut sedang mencengkeram kerah baju seseorang dan siap menghadiahi orang itu dengan bogem mentah. “Kamu ngaku nggak, hah? Ngaku aja kalau kamu habis kencingi masjid kami?!” bentak Mas Is sambil bersiap-siap memberi bogem mentah ke muka orang yang diduga mengencingi masjid itu. 

“Sebentar, sebentar, Is. Jangan main pukul dulu. Sebentar, kita tanya dulu baik-baik orangnya,” kata Gus Mut.

Adegan tersebut adalah cuplikan dari salah satu cerita dalam buku ini, yang berjudul Ketika Orang Asing Mengencingi Masjid Kampung. Mas Is dalam cerita tersebut digambarkan sebagai seorang yang gampang tersulut amarah dan main hakim sendiri. Sedangkan Gus Mut adalah tokoh masyarakat yang mengayomi dan dijadikan panutan umat.

Saya kira, dalam masyarakat kita saat ini banyak sekali orang-orang yang sifatnya seperti Mas Is: mudah tersulut amarahnya dan mudah menghakimi orang lain. Kita sering mendengar berita pelaku tindak kejahatan yang dihakimi warga: dibakar hidup-hidup, diarak keliling kampung, dipukuli hingga mati, dan sebagainya. 

Sedangkan orang-orang yang seperti Gus Mut yang bisa meredakan amarah warga, menelisik sebab-sebab sebuah kejadian, lalu mengambil keputusan yang bijak amatlah terbatas jumlahnya.

Tokoh-tokoh dalam buku ini sebenarnya hanyalah tokoh rekaan yang sengaja diciptakan oleh penulisnya untuk mengomentari persoalan-persoalan di masyarakat. Tokoh-tokoh cerita dalam buku ini sangat beragam, sehingga melalui cerita-cerita dalam buku ini mereka seolah-olah membentuk satu dunia Islam sendiri. Hanya saja, dunia Islam yang terbentuk melalui cerita-cerita dalam buku ini berbeda sekali dengan dunia Islam yang saya lihat sehari-hari.

Lihat saja cerita yang berjudul Kalau Yang Lain Tak Boleh Bikin Tempat Ibadah di Rumah Sendiri, Kenapa Yang Islam Boleh?. Dalam cerita ini digambarkan ada seorang kristen bernama Mas Doni yang menggunakan rumahnya sebagai tempat ibadah. Padahal rumahnya ini letaknya ada di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Mengetahui hal ini, orang-orang menggerudug rumah Doni. Bukan untuk membakar rumah itu, melainkan untuk berdiskusi mengapa sampai rumahnya dijadikan tempat untuk beribadah. Alhasil, diketahui bahwa tempat ibadah mereka sudah tak cukup lagi menampung jamaah untuk beribadah.

Dipimpin oleh Gus Mut, masyarakat yang mayoritas muslim itu kemudian berinisiatif untuk membuka dialog bersama Pak Camat dan kemudian mengusulkan dana renovasi gereja kepada pemerintah. Cerita ini sangat menggambarkan kerukunan antar umat beragama.

Berbeda sekali dengan apa yang sering saya lihat, terutama di berita-berita media mainstream maupun media sosial. Seorang tokoh agama menghimbau umatnya untuk mencegah pembangunan rumah ibadah agama lain. Katanya, kalau kita membiarkan umat agama lain membangun rumah ibadah maka kita akan mendapatkan dosa besar. Dosa itu bahkan akan kita tanggung selama rumah ibadah yang dibangun masih digunakan untuk beribadah.

Dunia Islam yang terbentuk dalam buku ini benar-benar sebuah dunia yang damai dan menyenangkan. Islam benar-benar menjadi rahmat untuk semua umat. 

Tokoh agama dalam buku ini yang paling sering tampil dalam cerita adalah Kiai Kholil dan Gus Mut. Keduanya merupakan tokoh yang mengayomi masyarakat dan dapat dijadikan panutan. Kehadiran mereka membawa kedamaian dan keteduhan. Meski mereka adalah orang-orang penting yang sangat dihormati oleh masyarakat, mereka tak terlena dan menjadi gila hormat.

Dalam cerita Ketika Guru Ngaji Dimintai Tolong Angkut Karung Beras Seperti Kuli kita juga menemukan kerendahan hati di sana. Gus Mut yang seorang anak Kiai Kholil dan sekaligus guru ngaji yang sangat dihormati tak sungkan memanggul sekarung beras layaknya kuli di pasar.

Cerita lain misalnya Memangnya Ada Kiai Yang Mendatangi Santri Untuk Minta Ngajar? Dalam cerita ini Kiai Kholil tak sungkan mendatangi rumah Fanshuri untuk memintanya mengajarkan bagaimana menggunakan sebuah tablet. 

Fanshuri sebenarnya adalah santri di ponpes Kiai Kholil. Tapi, dalam hal ini Kiai Kholil dengan rendah hati membuang status itu dan malah membaliknya. Dalam hal penggunaan tablet Fanshuri adalah kiai sedangkan Kiai Kholi adalah santri. Tak pantas seorang santri meminta kiainya untuk datang mengajar ke rumahnya. Maka, Kiai Kholil mau repot-repot datang ke rumah Fanshuri. Meskipun sebenarnya jika ia meminta Fanshuri yang datang Fanshuri pasti tak akan menolak.

Membaca dua cerita tersebut mengingatkan saya pada sebuah pengalaman yang saya alami sendiri. Ada seorang yang mendapuk dirinya sebagai kiai. Dia meminta saya datang ke rumahnya. Padahal yang berkepentingan adalah dia bukan saya. Saya pun menolak. Selain karena sebal, memang waktu itu saya sedang banyak urusan. 

Ada juga kiai-kiai yang ketika diundang untuk mengisi pengajian mematok sayarat yang aneh-aneh; terlihat sekali sikap minta dihormati.

Ajaran Islam sebenarnya adalah ajaran yang sempurna, yang jika umatnya melaksanakan ajaran-ajaran di dalamnya dengan sungguh-sungguh dan dengan benar, niscaya akan tercipta sebuah kehidupan yang dipenuhi kedamaian. Ajaran Islam sering dilihat buruk oleh orang-orang diluar Islam karena kelakuan para pemeluknya.

Lihat saja kelakuan orang-orang yang suka membuang sampah sembarangan meskipun ajaran Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan. Sampah-sampah berserakan setelah acara pengajian. Makanan dan minuman berlebihan sehingga terpaksa dibuang. Padahal ajaran Islam melarang kemubaziran karena kemubaziran adalah perilaku setan.

Belum lagi kelakuan tokoh-tokoh agama Islam yang sering melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversif yang malah memperburuk keadaan. Kita pasti masih ingat saat wabah Covid-19 melanda dunia. Ada seorang ustadz yang jadi sorotan karena pernyataan-pernyataannya malah memperkeruh keadaan. Tentu Anda bisa cari sendiri di internet pernyataan-pernyataannya.

Membaca buku ini membuat saya sadar bahwa masih diperlukan kesadaran bersama untuk terus berubah, untuk mau terus menerus memperbaiki diri dan masyarakat agar Islam yang rahmatan lil alamin tak hanya ada di buku-buku melainkan mewujud dalam kehidupan kita semua.  

Baca ulasan buku lainnya di blog ini:

Agama:
Pengembangan Diri:
Psikologi:
Sains:
Politik:

Label:

TERIMA KASIH 

SUDAH MAMPIR DI BLOG INI!


👍👍👍👍


JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR ANDA! 


Komentar

Postingan Populer