Ternyata hanya dalam waktu sekitar satu minggu sudah selesai. Dari
sini aku belajar bahwa lebih baik tidak mendikte selera bacaan mereka. Yang
penting berusaha menyediakan buku-buku buat mereka sambil tetap membimbing
mereka.
Cara Tak Biasa Menumbuhkan Minat Baca di Sekolah
Minat
membaca di Indonesia adalah salah satu yang terburuk di dunia. Diperkirakan
dari 1.000 orang hanya satu atau dua orang saja yang gemar membaca.
Sebagai
guru yang tentu saja pernah menjadi siswa, aku tak heran. Saat aku masih di
sekolah dasar tak ada buku-buku yang menarik untuk dibaca. Saat di SMP dan SMA
pun kondisinya tak jauh beda. Perpustakaan sekolah didominasi buku-buku
pelajaran yang membosankan. Ya, walhasil banyak siswa yang tak suka membaca.
Beberapa
bulan lalu aku lihat siswa-siswaku sedang membaca buku. Buku itu tipis
bergambar manusia yang sedang disiksa di neraka. Sama seperti bacaanku dulu. Haha.
Aku
mulai suka membaca sejak pertengahan masa SMA. Aku membaca buku-buku di
perpustakaan daerah. Setelah kuliah aku mulai rajin membeli buku. Buku matkul,
buku cerita, novel, ensiklopedi, dlsb. Buku itu lama kusimpan di rak buku.
Kubaca sekali selanjutnya tak tersentuh lagi. Banyak juga yang belum kubaca.
Saat
melihat anak-anakku sedang membaca komik siksa neraka itu, aku terpikir untuk
membawa buku-bukuku ke sekolahan. Di pojok kelasku ada rak buku yang kosong
melompong dan sepertinya bagus jika kutaruh di sana buku-bukuku. Kupilih buku
yang kira-kira cocok untuk anak-anakku.
Aku
masuk kelas sambil membawa beberapa kardus berisi buku-buku. Anak-anak
kelihatannya penasaran. Kukeluarkan dan kuminta mereka menatanya di rak buku.
Satu dua anak bertanya apakah buku-buku itu boleh mereka baca dan pinjam. Tentu
saja boleh karena memang itulah tujuanku.
Aku
meminta mereka membaca buku-buku itu minimal 15 menit sebelum pelajaran
dimulai. Sekitar dua minggu berlalu mereka masih semangat membaca buku-buku
itu. Setelah itu antusiasme mereka membaca buku turun lagi. Saat kutanya
mengapa, beberapa menjawab: buku yang bagus sudah dibaca tinggal yang
jelek-jelek.
Aku
berpikir bagaimana supaya mereka tetap semangat membaca. Kubeli buku-buku bekas
yang murah: komik, novel, ensiklopedi, dll. Ada juga beberapa yang baru. Beberapa
ada yang mereka sukai, banyak juga yang tidak. Yang tidak disukai lebih banyak.
Maklumlah buku murah bekas pula.
Karena
beli buku langsung seperti itu tidak terlalu efektif, aku tawarkan kepada
mereka untuk request buku yang mereka ingin baca dan nantinya aku yang
membelikan. Setiap dua minggu aku membeli satu buku sesuai yang anak-anakku
minta pakai dana pribadiku yang terbatas.
Lama-lama
anak yang request semakin banyak hingga deretan judul buku mengantri untuk
kubeli. Karena sumber danaku terbatas, maka yang tadinya dua minggu sekali aku
beli buku, kini hanya satu bulan sekali. Sebulan sekali satu anak dapat membaca
buku yang ingin mereka baca.
Namun
ini pun tak bertahan lama. Aku hanya guru honorer yang kadang-kadang dapat gaji
tiga bulan sekali. Anak-anak menanyakan terus apakah buku yang mereka request
sudah datang atau belum. Aku senang tentu saja. Tapi sekaligus bingung
menjawabnya.
Aku
berpikir bagaimana jika buku-buku yang masih ada di rumahku yang aku anggap tak
cocok dengan mereka ternyata malah mereka sukai.
Aku
bawa beberapa di antaranya: O karya Eka Kurniawan, Animal Farm karya George
Orwell, Moby Dick, The Old Man and The Sea, Orang-Orang Proyek, dll. Aku taruh
mereka di meja kerjaku. Kubiarkan di sana begitu saja.
Beberapa
hari kemudian salah seorang siswa menanyakan buku-buku itu apakah boleh
dipinjam atau tidak. Kubiarkan dia pilih yang menurutnya bagus. Dia pilih O
karya Eka Kurniawan. Aku bilang padanya, kalau sampai 10 halaman kamu merasa
buku itu membosankan jangan lanjutkan membacanya. Dia baca buku itu saat
istirahat menjelang solat dzuhur, katanya bagus dan akan dia lanjutkan membaca
di rumah.
Biasanya
aku hanya memberi jatah waktu pinjam tiga hari, tapi karena buku itu cukup
tebal aku beri dia waktu dua minggu.
Ternyata
hanya dalam waktu sekitar satu minggu sudah selesai. Dari sini aku belajar
bahwa lebih baik tidak mendikte selera bacaan mereka. Yang penting berusaha
menyediakan buku-buku buat mereka sambil tetap membimbing mereka.
Anak-anak
yang request buku semakin banyak. Awalnya hanya di kelasku saja, lama-lama
kelas lain ikut-ikutan request. Aku bingung harus bagaimana menyediakan
buku-buku yang direquest itu. Untunglah ada sebuah solusi. Aku ditunjuk jadi
bendahara BOS di sekolahku. Aku bisa alokasikan sebagian dana BOS untuk beli
buku bacaan buat anak-anak. Kalau kepala madrasah menolak usulan alokasiku
untuk beli buku bacaan, aku tinggal mengundurkan diri saja. Lagi pula gak ada
yang mau jadi bendahara BOS selain aku. Hahaha
Saat
ini kulihat sudah beberapa anak yang mulai rutin membaca. Ada anak yang untuk
pertama kalinya menamatkan sebuah novel. Ada yang sudah beberapa kali
menamatkan komik berseri. Ada pula yang berhenti di tengah jalan.
Aku
selalu bilang pada mereka, di dunia ini ada berjuta-juta buku, kalau sebuah
buku tidak enak dibaca, dan kalian mengantuk saat membacanya, bukan berarti
bahwa kalian itu malas baca buku. Singkirkan saja buku itu dan cari buku lain
yang enak dibaca.
"Kalau
buku pelajaran gimana, Pak?"
Singkirkan saja!
---------------------------
Artikel lain di Gurumulang:
- Alternatif Cara Mengatrol Nilai Rapor dan Upaya Memberitahu Siswa Nilai Sesungguhnya
- Kebiasaan Kecil, Manfaat Besar: Minimalisme dalam Keseharian
- Ilusi Pengetahuan di Era Banjir Informasi: Tantangan bagi Siswa dan Guru
- Ketika Otak Terlalu "Online", Apakah Buku Masih Menarik?
- Meninggalkan Jejak Kebaikan
- Lulus CPNS; Apa Saja Persiapanku?
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!