SEMBUH
Aku punya
rute baru untuk pulang sekolah. Rute ini melewati ladang jagung dan singkong
yang sangat luas dengan latar belakang perbukitan yang ditumbuhi pohon-pohon
besar yang hijaunya menyejukkan mata. Cakrawala biru luas terhampar di atasnya.
Tak banyak kendaraan
yang lewat jalan ini. Hanya sesekali aku berpapasan dengan orang lain. Ini
membuatku tenang. Aku tak pernah tergesa-gesa jika lewat jalan ini, seolah-olah
ada kekuatan gaib yang menahanku agar melaju sepelan mungkin.
Sebelumnya,
aku selalu pulang lewat jalan utama yang ramai dan padat. Kendaraan
berlalu-lalang tanpa henti, asap knalpot menyesakkan dada, dan suara klakson
saling bersahutan menambah sesak pikiranku yang sudah lelah oleh rutinitas. Di
tengah keramaian itu, aku merasa seperti hanyut dalam arus, terburu-buru
mengejar sesuatu yang bahkan tak kuingat apa. Tak ada ruang untuk bernapas
lega, apalagi untuk memikirkan diri sendiri. Aku hanya ingin segera sampai
rumah dan menutup hari secepat mungkin.
Aku selalu
menikmati udara di rute baruku yang menenangkan pikiran dan lanskap hijau
dedaunan yang menyegarkan mata. Udara yang kuhirup di sana seolah membersihkan
polusi dalam otakku, menyapu bersih kemarahan, kedongkolan, keresahan,
kecemasan. Perpaduan antara kesejukan dan keindahan memurnikanku, mengikis rasa
lelah akibat beban kerja, dan membuatku memikirkan diriku sendiri.
Setiap kali
aku melewati jalan ini, tumbuh kesadaran dalam diriku bahwa aku teramat kecil
di depan alam. Aku bukan apa-apa. Segala yang melekat padaku luruh dan aku
menjadi lebih ringan. Tapi, bukankah di hadapan alam semesta manusia memang
sangatlah kecil, bahkan mikro, bahkan nano.
Manusia hanyalah debu kosmik di hadapan luasnya alam semesta yang tak berhenti meluas. Ini membawaku pada sebuah pertanyaan purba yang tak henti-hentinya diperdebatkan oleh para filsuf, yang hingga saat ini tak pernah mereka sepakati: benarkah hidup kita bermakna? Jika kita hanya debu kosmik alam semesta, untuk apa kita ada?
Aku tak tertarik mencari tahu jawabannya. Kenyataan bahwa manusia hanyalah debu kosmik alam semesta sudah cukup untukku. Aku sembuh dengan ini. Perasaan kecil yang membuatku meluas—menerima keadaanku dengan hati yang lapang.
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!