“Jangan setengah-setengah dalam mempelajari sesuatu, apalagi bahasa Inggris. Bahasa ini bisa menjadi bekal penting untuk menjelajahi dunia. Saya ingin suatu saat nanti kalian bisa benar-benar keliling dunia karena bahasa Inggris.” -Wangid Sunandar-
Upaya
Menjadi
Madrasah Global: Kisah Inspiratif English Bootcamp MTsN 2 Banjarnegara
Di sebuah madrasah negeri di Banjarnegara,
puluhan
siswa duduk melingkar, mendengarkan dengan mata berbinar. Mereka menyimak
cerita dari seseorang yang baru mereka kenal—Katim, mahasiswa asal Gambia yang
sedang menempuh pendidikan di Indonesia. Dengan logat khas dan semangat
menyala, Katim bercerita tentang negaranya, perjuangan menuntut ilmu, dan bagaimana
bahasa Inggris membawanya sampai sejauh ini.
Sungguh bukan hari yang biasa di MTs
Negeri 2 Banjarnegara. Selama dua hari, pada 25–26 Juni 2025, madrasah ini
berubah menjadi arena perjumpaan lintas budaya. Melalui kegiatan bertajuk English
Bootcamp dengan tema "English: Your Passport to the World",
para siswa tak hanya belajar kosakata dan tata bahasa, tetapi juga mengalami
langsung bagaimana bahasa Inggris menjadi jembatan untuk memahami dunia.
Kegiatan ini tidak sekadar pelatihan.
Lebih dari itu, ini adalah pengalaman yang membekas. Enam mahasiswa asing dari
lima negara hadir dan berbaur bersama siswa-siswi madrasah. Mereka adalah Mirzo
dari Tajikistan, Mariam dari Ghana, Tasnim dari Sudan, Mamut dan Katim dari
Gambia, serta Azzedine dari Maroko. Mereka membawa cerita, senyum, logat, dan
semangat yang membuktikan bahwa dunia tidaklah sejauh yang dibayangkan.
Dari pagi hingga sore, para siswa
mengikuti berbagai sesi yang menyenangkan. Ada ice breaking dengan
permainan interaktif, pengenalan budaya global, pelatihan keterampilan
berbicara, hingga menyanyi dan menonton film berbahasa Inggris. Semua dirancang
dengan pendekatan menyenangkan, agar siswa tidak merasa sedang
"belajar" dalam arti kaku, melainkan mengalami bahasa itu sendiri
dalam konteks nyata.
Tifani, siswi kelas 9A, menjadi salah
satu bintang dalam acara tersebut. Dengan percaya diri, ia membawakan cerita
rakyat Crying Stone atau Legenda Batu Menangis dalam sesi Storytelling
Competition. Gestur tubuhnya kuat, intonasinya terlatih, dan pengucapannya
jernih. “Awalnya saya gugup, tapi saat mulai bercerita, saya ingat latihan dan
dukungan teman-teman,” ujarnya. Penampilannya membawanya menjadi peserta dengan
nilai tertinggi.
Namun bukan hanya Tifani yang merasa
mendapatkan pengalaman berharga. Puluhan
peserta lainnya pun membawa pulang cerita masing-masing. Ada yang baru pertama
kali berbicara dengan orang asing, ada yang mulai percaya diri mengucapkan
kalimat-kalimat sederhana dalam bahasa Inggris, bahkan ada yang termotivasi
untuk suatu hari bisa kuliah di luar negeri.
Katim, mahasiswa asal Gambia yang
menjadi salah satu narasumber, mengatakan bahwa ia sangat senang bisa terlibat
dalam kegiatan ini. “Siswa-siswa di sini luar biasa, penuh semangat dan hormat.
Saya merasa dihargai dan terinspirasi oleh semangat mereka,” tuturnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh
Mariam dari Ghana yang mengaku terkesan dengan kedisiplinan dan keramahan
siswa-siswi MTsN 2 Banjarnegara. Ia berharap pengalaman ini bisa membuka
wawasan mereka dan mendorong kepercayaan diri mereka untuk terus belajar.
Di balik kemeriahan dan keceriaan
kegiatan, ada pesan yang sangat mendalam yang disampaikan oleh Wangid Sunandar,
Wakil Kepala Madrasah bidang Kurikulum. Dalam sambutannya saat penutupan, ia
berkata, “Jangan setengah-setengah dalam mempelajari sesuatu, apalagi bahasa Inggris.
Bahasa ini bisa menjadi bekal penting untuk menjelajahi dunia. Saya ingin suatu
saat nanti kalian bisa benar-benar keliling dunia karena bahasa Inggris.”
Pesan ini terasa bukan sekadar
motivasi, tetapi panggilan yang menggugah. Bahwa di madrasah yang mungkin jauh
dari pusat kota dan hiruk-pikuk globalisasi, semangat untuk menjadi bagian dari
dunia tetap menyala. Bahasa Inggris bukan lagi sekadar pelajaran wajib, tapi
kini dilihat sebagai pintu kesempatan dan jendela masa depan.
Program English Bootcamp ini
membuktikan bahwa pendidikan bisa menjadi lebih dari sekadar kegiatan
belajar-mengajar. Ia bisa menjadi peristiwa transformatif, yang mengubah cara
pandang siswa tentang dunia dan tentang diri mereka sendiri. Melalui interaksi
langsung dengan narasumber dari berbagai negara, siswa belajar tentang
keberagaman, toleransi, dan pentingnya komunikasi lintas budaya.
Di akhir acara, para peserta
mendapatkan sertifikat, namun yang lebih penting dari itu adalah semangat dan
kepercayaan diri yang tumbuh. Bagi sebagian siswa, mungkin ini adalah kali
pertama mereka merasa bahwa mereka bisa—bisa berbicara dalam bahasa asing, bisa
memahami orang dari negara lain, dan bisa bermimpi besar.
Kegiatan ini akan berakhir, tetapi kisah-kisah yang tumbuh darinya akan tetap hidup. Di ruang kelas yang kembali sunyi, di lorong madrasah yang biasa saja, ada semangat baru yang kini mengalir: semangat menjadi bagian dari dunia yang lebih luas, tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai pelajar madrasah.
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!