Langsung ke konten utama

Meninggalkan Jejak Kebaikan

"Aku tak cuma seorang guru di sana. Aku menjelma menjadi tukang cat dinding, tukang potong rumput dan tanaman hias, tukang membetulkan atap yang bocor, tukang antar siswa pulang sekolah, petani singkong dan jagung, sampai menjadi tukang air." - Guru Mulang -

Ketika aku masih kuliah di semester delapan, aku mendapat tawaran bekerja di salah satu sekolah di desaku. Tepatnya di MI GUPPI Rakitan. Aku menolak. Saat itu, aku masih mengerjakan skripsi.

Mengerjakan skripsi saja rasanya sudah keteteran sekali, apalagi ditambah dengan beban pekerjaan. Aku merasa tak mampu. Aku berencana mengejar target lulus sebelum pembukaan rekrutmen CPNS dimulai dan akan mengikuti rekrutmen CPNS. Namun, sialnya aku lulus ketika proses rekrutmen telah berakhir. Dan sejak saat itu proses rekrutmen CPNS tak kunjung dibuka. 

Aku teringat tawaran untuk bekerja di MI GUPPI Rakitan, tempat dulu aku bersekolah. Aku datang ke sana memakai baju lengan panjang berwarna biru dan mengajukan lamaran pekerjaan. Waktu itu, jumlah guru di sana sudah mencukupi. Ada tujuh guru kelas, satu guru mapel, dan kepala sekolah. Kukira, aku tak akan diterima di sana. Nyatanya, aku diterima juga. 

Waktu itu guru mapel olah raga, Pak Jamal, sedang cuti. Jadi untuk sementara, aku menggantikannya mengajar olah raga.

Mengajar olah raga sangat menyiksaku, sebab aku tak menguasai teknik-teknik berolah raga. Teorinya pun aku tak menguasainya. Untunglah, ada kebiasaan jalan-jalan saat jam olah raga sehingga aku bisa memanfaatkannya. Tapi, setelah itu sungguh seperti siksaan. Aku tak tahu harus berbuat apa. Kuambil bola voli dan kuajarkan pasing bawah kepada anak-anak kelas lima. Aku terselamatkan berkat bola voli. Tapi hanya itu yang aku bisa. Tidak mungkin selamanya kuajari mereka pasing bawah, bukan? 

Aku langsung terpikir kelasku esok hari. Masih mata pelajaran olah raga, namun kali ini dengan kelas satu dan kelas dua. Apa yang mau kuajarkan. Untunglah ada Youtube dan internet. Aku mencari meteri olah raga kelas satu dan dua lantas menonton di Youtube bagaimana cara mengajarkannya. Namun, tetap saja praktek langsungnya tak pernah berjalan mulus. 

Untunglah, aku tak selamanya menjadi guru olah raga. Pada bulan berikutnya aku diberi tugas untuk mengajar matematika. Ini masih lebih baik dari pada mengajar olahraga. Aku masih bisa pelajari lagi materi-materi matematika tingkat dasar. Dan ternyata memang aku bisa. Aku memang tak ada bakat di bidang olah raga. Jadi, mengajar matematika 100% lebih baik dari pada mengajar olah raga. 

Aku cukup cepat beradaptasi di sini. Dan yang mengejutkanku adalah, aku merasa senang dan ingin memajukan madrasah tempatku dulu menimba ilmu. Ya, ada perasaan memiliki. Aku merasa bahwa memajukan madrasahku adalah tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang alumni. 

Aku bekerja dengan perasaan yang ringan dan tak menganggap pekerjaanku sebagai beban. Apapun kulakukan untuk membuat madrsahku menjadi lebih baik. 

Aku tak cuma seorang guru di sana. Aku menjelma menjadi tukang cat dinding, tukang potong rumput dan tanaman hias, tukang membetulkan atap yang bocor, tukang antar siswa pulang sekolah, petani singkong dan jagung, sampai menjadi tukang air. Tapi aku tak merasa terbebani. Kadang aku kembali ke madrasah di sore hari bersama Pak Japar untuk melakukan hal yang perlu dilakukan seperti mengganti lampu yang mati, memperbaiki pintu yang rusak, dan lain sebagainya. Aku menjalaninya dengan ringan dan tak merasakan semua itu sebagai beban. Mungkin inilah yang disebut dengan ketulusan. Aku melakukannya semata-mata ingin madrsahku lebih baik lagi dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Mungkin karena ketulusanku ini, Tuhan memberikan hadiah kepadaku seorang istri yang juga bekerja di madrasah ini. 

Lucunya, saat pertama kali aku bertemu dengannya, ia menganggapku penjual sepatu. Sebenarnya aku dengannya tak begitu akur di sekolah. Para guru bahkan tak menyangka bahwa pada akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Sekarang kami telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu dan menggemaskan. 

Menjadi Bendahara BOS

Salah satu pengalaman yang membuatku banyak belajar adalah menjadi bendahara BOS. Aku tak punya dasar-dasar ilmu keuangan dan tiba-tiba ditunjuk menjadi bendahara BOS. Bendahara BOS sebelumku terlibat konflik dengan kepala sekolah dan akhirnya dipindahkan ke sekolah lain. Salah satu guru mencoba menggantikannya menjadi bendahara BOS, namun dia hanya mampu bertahan selama setengah tahun. Saat itulah, aku ditunjuk menjadi bendahara BOS. Tak ada yang bersedia menjadi bendahara BOS. Aku terpaksa melakukannya. Dari pada dana BOS tidak bisa cair dan sekolah akan terkena imbasnya. 

Bendahara BOS yang berkonflik dengan kepala sekolah ternyata meninggalkan masalah keuangan yang cukup serius. Dengan tertatih-tatih dan berdarah-darah aku mencoba mengurai masalah itu pelan-pelan dan sebagian besar masalah telah teratasi. 

Aku belajar banyak hal dari tugasku sebagai seorang bendahara. Misalnya bagaimana membuat anggaran belanja, membuat laporan, dan yang paling penting adalah bagaimana mengelola konflik keuangan. 

Yang paling kunikmati dari pekerjaanku sebagai seorang bendahara adalah aku bisa menganggarkan dana BOS untuk hal-hal yang menurutku bagus untuk kemajuan sekolah. Sebelum menjadi bendahara BOS, aku ingin sekali sekolahku ini punya perpustakaan. Namun, sayangnya bendahara lama menganggap hal itu bukan prioritas. Alhasil, yang selalu dibeli adalah buku-buku paket yang jujur saja ada kepentingan bisnis di sana. Sekolah-sekolah seperti “diwajibkan” membeli buku paket. Padahal nyatanya buku paket yang dibeli lebih sering tergeletak tak digunakan.

Menghidupkan Perpustakaan

Saat aku menjadi bendahara BOS, saat itulah aku bertekad akan menganggarkan pembelian buku bacaan setiap tahun agar koleksi bacaan di sekolahku tak melulu diisi buku paket. Memang ada buku bacaan selain buku peket, namun jumlahnya sangat sedikit dan bukunya sudah usang sehingga sama sekali tak menarik minat baca siswa.

Waktu itu tidak ada perpustakaan. Buku-buku diletakkan di pojok baca kelas. Minat membaca siswa akan bergantung sekali dengan guru kelas masing-masing. Dan celakanya, hanya aku seorang yang punya minat baca cukup bagus. Alhasil, pojok-pojok baca di kelas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tempat tersebut hanya tempat meletakkan buku paket setelah digunakan. Bahkan ada yang menggunakannya untuk tempat menaruh berbagai macam kerjajinan tangan, sapu, dan tempat sampah kelas. 

Saat itu aku tidak tahu harus memulai dari mana untuk membuat perpustakaan. Namun, pada akhirnya aku memulainya juga. Aku mulai dari kelasku sendiri. Kubawa semua bukuku yang kuanggap akan disukai oleh siswa ke kelasku. Aku mewajibkan mereka membaca 15 menit sebelum pelajaran. Mereka lumayan suka namun meminta agar buku-bukunya terus ditambah dengan buku-buku yang baru. Dari sini aku manarik satu kesimpulan bahwa sebenarnya siswa tak suka membaca karena tak dibiasakan dan tak ada buku yang menarik di sekitar mereka.

Beruntungnya, sekolahku akan diakreditasi. Kami menyulap sekolah kami sebagus mungkin dalam waktu yang sesingkat mungkin. Termasuk dalam hal membuat ruang perpustakaan. Saat pelaksanaan tiba, tim penilai mengkritik habis-habisan sekolah kami yang tak punya perpustakaan. Perpustakaan yang kami buat tak dianggap ada oleh mereka lantaran isinya menurut mereka masih jauh dari kata layak. Ya, memang isinya hampir 100% buku paket. Aku setuju dengan kritik mereka. Meski sebagian guru terlihat kesal karena jerih payah mereka tak dihargai.

Dari kejadian itulah aku mulai berinisiatif membeli buku-buku bacaan seperti novel, komik, ensiklopedi, sains, buku agama, kisah bergambar, majalah, dan lain sebagainya. Aku semakin mendapat legitimasi setelah hasil tes ANBK menyatakan bahwa sekolah kami termasuk darurat literasi. Aku terus membenahi perpustakaan sekolahku. Aku meminta tukang memperbaiki atap yang bocor, bekerja sama dengan OSIMI untuk memilih buku-buku yang layak dipajang di rak perpustakaan, membuat aturan peminjaman buku, membeli karpet, dan lain sebagainya. Aku membuka perpustakaan saat jam istirahat pertama, dan ini berarti tak ada waktu istirahat buatku. 

Saat ini kami memiliki sebuah perpustakaan kecil dengan koleksi buku bacaan kurang lebih telah mencapai 300 judul buku, dan tidak termasuk buku paket. Semua buku paket telah kupindahkan ke pojok baca masing-masing kelas. 

Membentuk OSIMI

OSIMI adalah organisasi siswa yang aku bentuk pada tahun 2023, sampai saat ini OSIMI telah satu kali berganti kepengurusan. Sebenarnya, untuk ukuran anak SD belum mampu menjalankan sebuah organisasi. Namun, aku melatih mereka untuk lebih percaya diri. Aku membuatkan mereka program yang harus mereka laksanakan. Program-program OSIMI meliputi penarikan infaq Jumat, pengondisian siswa untuk solat duha, upacara, dan senam, merazia ketertiban siswa dan memberikan sanksi, membantu menyiapkan acara-acara tertentu di sekolah seperti peringatan HUT RI, pengajian, acara perpisahan, memungut dana kebersihan bagi pedagang yang berjualan di area sekolahan, dll. 

Saat ini ada 16 anggota OSIMI yang aktif mengurus dan melaksanakan program-program yang telah disusun. OSIMI sangat meringankan tugas para guru. Satu contoh ketika pelaksanaan HUT RI tahun 2024, biasanya kami tak akan membuat banyak acara lomba-lomba. Tapi di tahun 2024 kami bahkan membuat lomba khusus untuk wali murid, yaitu lomba menghias tumpeng. Lomba ini bisa dilakukan karena sebagian guru tidak harus mengurus lomba-lomba lain yang telah diambil alih oleh OSIMI, sehingga mereka memiliki kelonggaran waktu untuk mempersiapkan lomba menghias tumpeng. 

Membangun Media Sosial

Awal mula aku bekerja di sekolahku, kami tak punya akun media sosial. Tidak ada Facebook, Instagram, Youtube, dan sebagainya. Padahal media sosial bisa sangat membantu madrasah dalam menyosialisasikan program-program yang dilaksanakan. Sayang sekali bila ada sekolah yang tak memiliki media sosial. Dari sini, aku berinisiatif membuat akun media sosial untuk sekolahku. Aku memanfaatkan tiga platform media sosial yang cukup terkenal, yaitu Facebook, Instagram, dan Youtube. 

Facebook, Instagram, dan Youtube banyak dihuni generasi milenial yang saat ini kemungkinan besar sudah memiliki anak satu atau dua yang siap memasuki dunia sekolah, baik TK/RA maupun SD/MI. Sangat cocok sebagai target sosialisasi program-program madrasah. Harapanku, dengan aktif di media sosial membagikan berbagai kegiatan yang kami laksanakan, masyarakat akan lebih mengenal MI GUPPI Rakitan dan pada akhirnya mereka akan mempercayakan pendidikan untuk anak-anak mereka kepada kami. 

Akun Facebook dan Instagram aku khususkan untuk mengunggah foto-foto kegiatan disertai dengan narasi-narasi yang positif. Sesekali aku juga mengunggah video di akun Facebook atau Instagram. Sedangkan akun Youtube aku khususkan untuk mengunggah video. Saat ini sudah lebih dari 350 video yang aku unggah di Youtube. 

Media sosial ini menjadi sarana untuk berinteraksi dengan masyarakat. Aku sering dapat komentar dari para alumni MI yang menyatakan kebanggaannya karena pernah bersekolah di MI GUPPI Rakitan. 

Aku pernah berpesan kepada temanku, kemana pun kamu melangkah, melangkahlah dengan penuh cinta karena kamu akan meninggalkan jejak kebaikan setelahnya. Jangan pernah melangkah dengan kebencian karena yang tertinggal adalah jejak-jejak keburukan. Aku akan terus berusaha meninggalkan jejak-jejak kebaikan di belakangku, meski aku tahu pada akhirnya aku akan terlupakan. Kita semua akan terlupakan. Kita akan mati. Jejak kitalah yang abadi. 

Ya, begitulah. Mungkin.

Postingan Terkait:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memanfaatkan Buku "Seandainya Saya Wartawan Tempo" Sebagai Bahan Refleksi Seorang Guru

"Kalau dipikir-pikir, ada persamaan antara wartawan dengan guru. Sama-sama mendidik. Wartawan mendidik masyarakat melalui tulisan-tulisannya. Sementara guru mendidik siswa melalui pembelajarannya." Buat apa seorang guru membaca buku “Seandainya Saya Wartawan Tempo”? Guru tak bertugas menulis berita. Jadi, buat apa? Saya lupa kapan membeli buku tipis ini. Saya menemukannya setelah sekian lama berada di tumpukan buku-buku yang tak terbaca dan tak terurus. Saya mengumpulkan semua buku yang ada kaitannya dengan bahasa Indonesia. Hasilnya banyak didominasi buku-buku kuliah. Ada kamus bahasa Indonesia yang sudah robek, esai-esai bahasa, dan buku ini. Di antara buku-buku yang saya kumpulkan, saya memilih membaca buku ini. Mungkin karena buku ini lebih tipis dari buku-buku lain. Isinya hanya 96 halaman. Buku ini sebenarnya dicetak sebagai bahan pendidikan bagi para wartawan yang bekerja di majalah Tempo, terutama dalam menulis dan menyusun berita bentuk feature . Demi manfaat yang le...

Materi PPT Garis dan Sudut Matematika Kelas 4

  Assalamualaikum, bapak/ibu guru semuanya.  Kali ini guru mulang.com akan membagikan materi presentasi garis dan sudut dalam bentuk PPT.  Garis dan sudut merupakan salah satu materi yang menjadi dasar untuk mempelajari materi-materi geometri yang lain. Garis adalah rangkaian titik-titik yang saling terhubung. Sedangkan sudut adalah wilayah yang terbentuk dari dua buah garis lurus yang saling berpotongan.  Siswa yang mengetahui konsep garis dan sudut akan sangat terbantu dalam materi bangun datar maupun bangun ruang yang mulai diajarkan pada kelas 4 SD.  Untuk itu bapak/ibu, tentu kita tak mau anak-anak didik kita sampai gagal paham apa yang dimaksud garis dan apa yang dimaksud sudut. Nah, kali ini kami bagikan materi garis dan sudut dalam bentuk ppt interaktif.  Dalam materi yang kami bagikan kali ini, ada soal-soal interaktif di dalamnya yang bisa dikerjakan bersama-sama ketika mempelajari garis dan sudut.  Baiklah, tak perlu berlama-lama lagi, berik...

Tutorial Membaca Nilai Rapor

"Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai yang sudah dikatrol" Kalau kamu malas belajar, bodoh, jarang berangkat sekolah, tak pernah mengerjakan tugas dari gurumu, sering bikin ulah di sekolah, dan mengerjakan ujian asal-asalan, siap-siaplah terkejut dengan nilai rapormu. Mungkin kamu mengira nilai rapormu jelek semua, bahkan mungkin kamu mengira tidak akan naik kelas. Eiitss.... Kamu akan terkejut. Itu semua tak akan terjadi. Percayalah! Rapor zaman dulu ada nilai merah. Nilai merah berarti kemampuan anak kurang memadai. Zaman dulu hal seperti ini wajar saja. Sekarang, saat aku jadi guru, rupanya tak ada lagi nilai merah. Semua siswa "harus" diberi nilai di atas KKM, meskipun nyatanya ada siswa yang benar-benar tak layak dapat nilai di atas KKM. Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai ya...

Bahagia Menjalani Hidup Seperti Anak-Anak

Saya rasa, satu kualitas hidup yang dimiliki anak-anak dan membuat mereka mudah bahagia adalah kemampuan mereka untuk memaafkan kesalahan orang lain. Sebagai guru SD jarang sekali saya mendapati murid-murid saya bersedih atas suatu masalah. Mereka memang mudah menangis kalau mengalami satu masalah yang sulit mereka atasi. Misalnya, saat berantem dengan temannya. Namun, itu tak pernah berlangsung lama. Hari itu juga mereka bisa berbaikan lalu kembali ketawa-ketiwi seolah tak terjadi apa-apa. Mereka terlihat selalu bahagia. Apa rahasianya? Saya penasaran mengapa anak kecil selalu terlihat bahagia. Sebagai guru SD, saya punya banyak waktu dan kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka dan mencoba mencari tahu mengapa mereka selalu terlihat bahagia. Setidaknya, ada beberapa hal yang saya kira menjadi penyebab anak kecil relatif terlihat selalu bahagia. 1. Mudah memaafkan Saat mengajar kelas 4, ada seorang siswa yang berkelahi dengan temannya. Waktu itu saya sedang memeriksa kelom...

Tidak Ada Anak Bodoh di Dunia Ini

" Mencintai anak-anak tidaklah cukup, yang juga penting adalah membuat anak-anak menyadari bahwa mereka dicintai orangtuanya ." - St. John Bosco - Tidak ada anak bodoh. Mereka yang kamu anggap bodoh sebenarnya hanya anak-anak yang kurang beruntung. Aku tak tahu ini naif atau tidak. Menurutku semua anak pada dasarnya cerdas dan baik. Tak ada anak bodoh. Tak ada anak jahat. Dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983), Howard Gardner mengidentifikasi setidaknya delapan kecerdasan berbeda yang digunakan manusia untuk bertahan hidup, berkembang, dan membangun peradaban. Kecerdasan yang dimaksud yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik. Setidak-tidaknya anak-anak pasti memiliki salah satu dari delapan kecerdasan tersebut sebagai bekal tumbuh kembangnya. Bekal unik inilah yang harus dima...

Negeri Jagung dan Anak-Anaknya | Ulasan Buku Bocah Penjinak Angin, William Kamkwamba

"Penggambaran suasana saat terjadinya bencana kelaparan benar-benar bikin merinding. Orang-orang berjalan gontai seperti zombi. Tubuh mereka kurus seperti menyisakan tulang dan kulitnya saja." “Bocah Penjinak Angin” adalah sebuah novel yang bisa kutebak alur ceritanya dengan membaca uraian singkat di belakang buku. Memang ada jenis novel yang seperti itu. Buku ini salah satunya. Aku membeli dan membacanya, sebab yang menarik bukanlah alur cerita buku itu, melainkan gambaran kondisi di suatu lingkungan yang asing buatku. Afrika. Ketertarikanku terhadap buku ini juga karena kisah dalam buku ini diambil dari kisah nyata penulisnya. Latar tempatnya di Malawi, salah satu negara di wilayah benua Afrika. Aku belum pernah membaca novel dengan latar wilayah Afrika. Jadi, sepertinya menarik.  Malawi termasuk negara miskin. Saking miskinnya dari seluruh wilayah, hanya sekitar 11 % yang menikmati listrik. Aktivitas warga setelah matahari terbenam otomatis terhenti dan yang ada tinggal lo...

Resensi Buku Senja dan Cinta yang Berdarah Karya Seno Gumira Ajidarma

  Mulai dari seorang pendekar yang meloncat dari satu rumah ke rumah lain, percintaan di dalam kereta api, anak pelacur yang kebingungan menulis cerita, senja yang dicuri, pemain bola yang menggiring bolanya sampai ke ujung dunia; apapun bisa ditulis oleh Seno. OPEN ENDING DAN CERITA YANG TELAH SELESAI DITULIS Selama liburan semester, tak banyak yang bisa saya lakukan selain membaca buku. Dari pada tidak melakukan apapun, saya duduk di sofa, buku di tangan kiri, kopi di tangan kanan, jodoh di tangan Tuhan. Mantap! Mulailah saya membaca. “Senja dan Cinta yang Berdarah,”adalah salah satu buku yang saya baca. Buku ini berisi 85 cerita pendek yang ditulis Seno Gumira Ajidarma di Harian Kompas 1978-2013. Cerita pertama yang saya baca adalah “Pembunuhan”(1978). Seorang pengarang cerita detektif (pensiunan intel melayu yang sangat dibenci bandit-bandit) menulis cerita tentang seorang pencari kayu bakar di hutan yang melihat mayat perempuan dan seorang lelaki yang berlari membawa gol...

Mengisap Asap

"Masyarakat kita didominasi orang-orang miskin. Masalah sampah tentu saja bukan menjadi prioritas. Prioritas orang-orang miskin tentu saja bagaimana memperoleh uang untuk membiayai kehidupan mereka. Jadi, kalau lingkungan kita masih berantakan, masih ada sampah di mana-mana, bisa jadi kita masih tergolong orang-orang miskin. Ya, miskin harta. Ya, miskin ilmu."  MENGISAP ASAP Salah satu harapan hidup di desa adalah dapat menghirup udara segar di pagi hari. Namun, harapan hanya harapan. Nyatanya, orang-orang di desa kerap membakar sampah mereka tak kenal waktu dan tak kenal tempat. Orang-orang telah menganggap biasa hal ini. Mereka mungkin tidak merasa bersalah dan tidak tahu bahwa sebenarnya yang mereka lakukan melanggar hukum. Asap dari sampah yang mereka bakar menjadi polutan yang terisap masuk sistem pernapasan manusia. Aku kesal sekali dengan hal ini. Pasalnya, perjalananku berangkat kerja diwarnai asap pekat hasil pembakaran sampah di pinggir jalan. Dari Desa Ampel...

Membaca Percikan Pemikiran Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I dalam Nalar Kritis Pendidikan

"Kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme “penyembunyian kekerasan” menjadi sesuatu yang diterima    sebagai “yang memang seharusnya demikian.” - Pierre Bourdieu - Buku “Nalar Kritis Pendidikan” ditulis oleh M. Arfan Mu’ammar, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Di sampul depan buku ini ada gambar wajah manusia dengan bagian kepala dibuat transparan sehingga otak di dalamnya terlihat. Gambar ini sesuai sekali dengan judul buku. Nalar kritis tentu erat kaitannya dengan otak yang merupakan sarana berpikir kritis. Kalau otak tidak beres bagaimana mau berpikir kritis? Bagian latar belakang gambar wajah manusia itu adalah benda-benda yang erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak sekali. Pulpen, pensil, bola, gitar, buku, kok, tas sekolah, mesin ketik, kuas, cat, dan telepon pintar. Benda-benda ini boleh jadi melambangkan betapa pendidikan itu kompleks sekali. Ia tak semata-mata mengurus perihal kecerdasan otak. Ia juga mengurus kelembutan perasaan yang dipero...