Langsung ke konten utama

Membaca Percikan Pemikiran Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I dalam Nalar Kritis Pendidikan

"Kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme “penyembunyian kekerasan” menjadi sesuatu yang diterima  sebagai “yang memang seharusnya demikian.”
- Pierre Bourdieu -

Buku “Nalar Kritis Pendidikan” ditulis oleh M. Arfan Mu’ammar, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Di sampul depan buku ini ada gambar wajah manusia dengan bagian kepala dibuat transparan sehingga otak di dalamnya terlihat. Gambar ini sesuai sekali dengan judul buku. Nalar kritis tentu erat kaitannya dengan otak yang merupakan sarana berpikir kritis. Kalau otak tidak beres bagaimana mau berpikir kritis?

Bagian latar belakang gambar wajah manusia itu adalah benda-benda yang erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak sekali. Pulpen, pensil, bola, gitar, buku, kok, tas sekolah, mesin ketik, kuas, cat, dan telepon pintar. Benda-benda ini boleh jadi melambangkan betapa pendidikan itu kompleks sekali. Ia tak semata-mata mengurus perihal kecerdasan otak. Ia juga mengurus kelembutan perasaan yang diperoleh melalui seni, dilambangkan dengan kuas dan cat.

Pendidikan juga berurusan dengan kesehatan para peserta didik, dilambangkan dengan bola dan kok. Ada pula telepon pintar yang melambangkan budaya kita saat ini.

Memang begitu kompleksnya pendidikan karena ia mengurus hampir semua aspek dalam kehidupan ini. Pendidikan diharapkan mampu menghapus kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diharapkan mampu menumbuhkan jiwa nasionalis. Pendidikan diharapkan mampu melahirkan orang-orang yang agamis. Begitu kompleks. Tak heran jika masalah yang berkaitan dengan pendidikan juga tentulah sangat kompleks. Ruwet.

Bagian pertama buku ini membahas teori-teori pendidikan seperti behaviorisme, kognitifisme, humanisme, konstruktivisme, dan teori sibernetik. Kalau Anda seorang guru tentu sudah tak asing dengan teori-teori ini. Ada baiknya langsung dilompati saja. M. Arfan hanya membahasnya secara sekilas saja.

Bagian kedua buku ini mulai membahas permasalahan-permasalahan dalam pendidikan. Judul-judul tulisan di bagian kedua buku ini diantaranya: “Calistung: Kapan Diajarkan?”, “Jangan Silau dengan Prestasi Sekolah!”, “Kelas Kompetisi atau Kelas Inklusi?”, “Standarisasi Pendidikan: Perlukah?”, “Dilema Evaluasi Pembelajaran”, “Demitologisasi Profesi Guru”, “Sekolah Kawasan dan Pemerataan Pendidikan”, :Full Day School: Perlukah?”, dan “Mengeringnya Nalar-Literasi dan Menyuburnya Industri Hoax”.

Apa yang dibahas dalam bagian kedua buku ini sebenarnya telah sering dibahas di media sosial, bahkan menjadi perdebatan hangat di antara warganet. Kita bisa dengan mudah menemukan di media sosial perdebatan hangat tentang sejak kapan sebaiknya calistung diajarkan. Berbalas argumen antara warganet seperti pertandingan tinju saja. Warganet saling menyerang. Kadang diselingi curhat-curhat tentang pengalaman menyekolahkan anaknya, bahkan hingga pengalaman mereka sendiri. Kita harus pandai menangkap ide-ide yang berlesatan di sana dan memilahnya. Beda dengan di buku ini, pembahasan mengenai kapan sebaiknya calistung diajarkan disajikan dengan runut, sistematis. Memang begitulah yang diharapkan dari buku yang ditulis oleh seorang dosen.

Pembahasan di buku ini juga kerap diwarnai dengan referensi dari berbagai buku. Saat mengurai permasalahan mengenai kapan sebaiknya calistung diajarkan, M. Arfan mengutip buku berjudul Hypnoteaching and Hypnotheraphy for Brilliant Kids karya Dr. Taufiqi. Di pembahasan ini kita juga akan bertemu dengan nama-nama seperti Maria Montessory, Fredick Frobel, Piaget, Debby D Porter, Colin Rose, hingga Malcom J Nicholl. M. Arfan menyarankan orang tua untuk pandai-pandai memilih apakah akan mengajarkan calistung pada anak pada usia 1 – 6 tahun atau 7 – 12 tahun. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Di bagian kedua buku ini M. Arfan juga membahas kecenderungan masyarakat kita yang bangga jika anaknya masuk sekolah favorit yang punya segudang prestasi. Padahal di balik prestasi yang segudang itu ada “eksploitasi” yang tersamarkan. Sekolah favorit biasanya hanya menerima siswa-siswa yang pintar-pintar saja. Dengan kata lain, inputnya memang bagus. Tinggal poles sedikit saja jadilah siswa gemilang yang mampu menjuarai berbagai lomba. Sekolah lantas mengklaim telah berhasil. Artinya, belum tentu sekolahnya yang bagus. Jika hanya diberi anak-anak yang sering disebut “buangan” apakah sekolah favorit akan tetap mampu berprestasi? Orang tua mungkin melupakan hal ini.

M. Arfan kemudian menunjukkan bagaimana cara menentukan apakah sebuah sekolah memang benar-benar bagus atau hanya karena input siswanya saja yang bagus. Ia menggunakan apa yang disebut dengan indeks produktivitas. Ia menuliskan contoh cara menghitungnya hingga jika kita mengikuti caranya, kita akan dapat membandingkan dua sekolah untuk melihat mana yang lebih berkualitas. Caranya mudah. Hitungannya sederhana. Kukira pembahasannya mengenai indeks produktivitas menjadi pengingat agar orang tua tak mudah terjebak kemilau piala yang dipajang di lobi-lobi sekolah.

Bagian ketiga buku ini membicarakan persoalan-persoalan sosiologis dalam pendidikan. Judul-judul artikel dalam bagian ketiga ini antara lain: “Pendidikan dan Ketertiban Sosial”, “Kesadaran Kolektif”, “Kekerasan Simbolik di Sekolah”, “Homeschooling dan Kepekaan Sosial”, “Teaching is Touching”, Sekolah Elite Belum Tentu Bermutu”, “Kebodohan dan Kemiskinan”, “Profetik Consciousness (Kesadaran Kenabian)”, dan “Satu Rumah, Satu Sarjana”.

Yang menarik di bagian ini menurutku adalah artikel dengan judul “Kekerasan Simbolik di Sekolah”. Artikel ini membahas kekerasan simbolik di dunia pendidikan. Kekerasan simbolik atau symbolic violence dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu, seorang sosiolog dari Prancis. Pierre Bourdieu mengungkapkan bahwa kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme “penyembunyian kekerasan” menjadi sesuatu yang diterima  sebagai “yang memang seharusnya demikian”.

Di artikel ini, kekerasan simbolik yang dibahas adalah yang tersembunyi dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE). Dalam salah satu buku, “pekerjaan ayah” selalu disimbolkan dengan pekerjaan kantoran, disertai gambar seorang ayah yang memakai dasi, bersepatu, dan membawa koper. Lalu, di mana anak petani, anak tukang becak, atau anak pemulung berada? Gambar tukang becak misalnya, tidak pernah digunakan untuk menceritakan profil sebuah keluarga. Kalimat “ayahku adalah seorang tukang becak” atau “ayahku bekerja sebagai pemulung” tidak pernah muncul dalam BSE.

Bagian keempat atau bagian terakhir buku ini membahas mengenai isu-isu seputar pembangunan karakter. Isu pembangunan karakter memang sempat hangat diperbincangkan, apalagi ketika pemerintah mencanangkan gerakan revolusi mental. Pembahasan mengenai isu-isu pembentukan karakter hingga saat ini kurasa masih sangat relevan dan akan terus relevan mengingat mental para pemuda kita masih amburadul. Ini terbukti dengan berbagai berita tentang kelakuan para remaja kita.

Buku ini diterbitkan tahun 2019 sehingga saat ini usianya kurang lebih mencapai lima tahun. Awalnya kukira buku ini akan membahas hal-hal mengenai kebijakan-kebijakan di era kurikulum merdeka. Tapi setelah tahu tahun terbitnya, tentu tak mungkin ada pembahasan mengenai kurikulum merdeka. Meskipun demikian buku ini perlu dibaca oleh kalangan pendidik maupun orang tua. Di beberapa artikel buku ini menyuguhkan cara pandang baru dalam melihat persoalan pendidikan. Namun, terkadang di artikel lain, pandangan-pandangan yang disajikan terkait pendidikan adalah pandangan yang sudah umum. Penulis hanya memperkuatnya dengan teori-teori, data-data, hingga pengalamannya sendiri. Penulis mencoba mengurai permasalahan-permasalahan pendidikan agar lebih mudah dilihat. Ya, memang begitulah. Di bagian sampul belakang memang tertulis demikian dan sekaligus menawarkan solusi alternatif yang bisa kita menfaatkan untuk kebaikan pendidikan pada masa yang akan datang. Meski yang disebut solusi alternatif bagiku tidak terlalu tampak di dalamnya. Mungkin aku saja yang kurang teliti membaca. Mungkin.

Informasi Buku:

Judul: Nalar Kritis Pendidikan

Penulis: Dr. M. Arfan Mu'ammar, M.Pd.I

Penerbit: Ircisod

Tahun Terbit: 2019

Halaman: 243 hlm.

Kategori: Esai

Kelas: Pendidikan

ISBN: 978-623-7378-03-7

---------------------------------

Ulasan Terkait di Guru Mulang :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas dan Materi Kalimat Tanggapan dan Saran; Materi Bahasa Indonesia Kelas 5; Kurikulum Merdeka

Sumber gambar: Kompasiana.com "Semoga dengan belajar tanggapan dan saran, kamu menjadi lebih bijaksana dalam bermain media sosial seperti tik-tok, quora, facebook, instagram, x, dan lain-lain. Mengenal Kalimat Tanggapan Pernahkah kamu berkomentar di media sosial? Berkomentar di media sosial merupakan bentuk tanggapan. Pelajaran kita kali ini bertujuan agar kalian semakin bijaksana dalam bermain media sosial, tidak asal komentar, menghargai pendapat orang lain, dan terhindar dari berita bohong alias hoax. Ok, langsung saja! Kalimat tanggapan bisa diartikan sebagai reaksi yang kita berikan terhadap suatu peristiwa atau suatu hal dalam bentuk kalimat. Kamu bisa memberikan tanggapan berupa dukungan, persetujuan, bahkan penolakan. Kamu juga bisa mengungkapkan perasaanmu sebagai bentuk tanggapan. Perhatikan Hal-hal Ini Untuk memberikan tanggapan ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan. Kesantunan . Ketika memberikan tanggapan, pastikan bahasa yang kamu gunakan santun...

Memahami Makna Imbuhan Ter- Dalam Bacaan; Materi Bahasa Indonesia Kelas 5 Kurikulum Merdeka

Manfaat kita belajar mengenai imbuhan ter- adalah agar kita semakin baik dalam berkomunikasi. Komunikasi dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua manusia tak bisa hidup tanpa berkomunikasi karena manusia adalah makhluk sosial. Tujuan Belajar Tujuan kita belajar kali ini adalah untuk mengetahui apa saja makna atau fungsi dari imbuhan ter- dalam sebuah kalimat. Selain itu, tujuan kita belajar kali ini adalah agar kita mampu menggunakan imbuhan ter- dengan benar. Manfaat kita belajar mengenai imbuhan ter- adalah a gar kita semakin baik dalam berkomunikasi. Komunikasi dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua manusia tak bisa hidup tanpa berkomunikasi karena manusia adalah makhluk sosial. Semakin baik kamu berkomunikasi semakin terlihat bahwa kamu orang yang berwawasan luas. Maka dari itu, pelajari materi kali ini dengan sungguh-sungguh, ya! Mengenal Imbuhan Imbuhan merupakan bunyi tambahan yang disisipkan pada sebuah kata, baik pada awal, tengah, akhir, atau awal d...

Teks Deskripsi - Materi Bahasa Indonesia Kelas 7 - Fase D

TEKS DESKRIPSI Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan sangat sering menemukan teks deskripsi. Misalnya, saat kita berbelanja secara online, kita sering menemukan teks deskripsi dalam sebuah produk. Penjual perlu mendeskripsikan produknya dengan jelas agar pembeli dapat memilih barang yang mereka butuhkan dengan tepat. Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari tentang teks deskripsi. Bacalah materi berikut ini dengan saksama! Tanyakan kepada gurumu jika ada bagian yang sulit kamu pahami! Mengapa Kamu Perlu Mempelajari Teks Deskripsi? Adalah sebuah kekonyolan jika kamu mempelajari sesuatu tanpa tahu manfaatnya apa. Tapi, kekonyolan ini pun terkadang masih lebih baik dari pada tidak mempelajari apapun dalam hidupmu. Kalau kamu tahu apa manfaat mempelajari sesuatu, kamu bisa memutuskan akan mempelajarinya dengan tekun atau tidak sama sekali. Maka dari itu, mari kita bahas terlebih dahulu apa saja manfaat mempelajari teks deskripsi. Beberapa manfaat yang bisa kamu peroleh dengan...

Materi PPT Garis dan Sudut Matematika Kelas 4

  Assalamualaikum, bapak/ibu guru semuanya.  Kali ini guru mulang.com akan membagikan materi presentasi garis dan sudut dalam bentuk PPT.  Garis dan sudut merupakan salah satu materi yang menjadi dasar untuk mempelajari materi-materi geometri yang lain. Garis adalah rangkaian titik-titik yang saling terhubung. Sedangkan sudut adalah wilayah yang terbentuk dari dua buah garis lurus yang saling berpotongan.  Siswa yang mengetahui konsep garis dan sudut akan sangat terbantu dalam materi bangun datar maupun bangun ruang yang mulai diajarkan pada kelas 4 SD.  Untuk itu bapak/ibu, tentu kita tak mau anak-anak didik kita sampai gagal paham apa yang dimaksud garis dan apa yang dimaksud sudut. Nah, kali ini kami bagikan materi garis dan sudut dalam bentuk ppt interaktif.  Dalam materi yang kami bagikan kali ini, ada soal-soal interaktif di dalamnya yang bisa dikerjakan bersama-sama ketika mempelajari garis dan sudut.  Baiklah, tak perlu berlama-lama lagi, berik...

Memanfaatkan Buku "Seandainya Saya Wartawan Tempo" Sebagai Bahan Refleksi Seorang Guru

"Kalau dipikir-pikir, ada persamaan antara wartawan dengan guru. Sama-sama mendidik. Wartawan mendidik masyarakat melalui tulisan-tulisannya. Sementara guru mendidik siswa melalui pembelajarannya." Buat apa seorang guru membaca buku “Seandainya Saya Wartawan Tempo”? Guru tak bertugas menulis berita. Jadi, buat apa? Saya lupa kapan membeli buku tipis ini. Saya menemukannya setelah sekian lama berada di tumpukan buku-buku yang tak terbaca dan tak terurus. Saya mengumpulkan semua buku yang ada kaitannya dengan bahasa Indonesia. Hasilnya banyak didominasi buku-buku kuliah. Ada kamus bahasa Indonesia yang sudah robek, esai-esai bahasa, dan buku ini. Di antara buku-buku yang saya kumpulkan, saya memilih membaca buku ini. Mungkin karena buku ini lebih tipis dari buku-buku lain. Isinya hanya 96 halaman. Buku ini sebenarnya dicetak sebagai bahan pendidikan bagi para wartawan yang bekerja di majalah Tempo, terutama dalam menulis dan menyusun berita bentuk feature . Demi manfaat yang le...

Tutorial Membaca Nilai Rapor

"Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai yang sudah dikatrol" Kalau kamu malas belajar, bodoh, jarang berangkat sekolah, tak pernah mengerjakan tugas dari gurumu, sering bikin ulah di sekolah, dan mengerjakan ujian asal-asalan, siap-siaplah terkejut dengan nilai rapormu. Mungkin kamu mengira nilai rapormu jelek semua, bahkan mungkin kamu mengira tidak akan naik kelas. Eiitss.... Kamu akan terkejut. Itu semua tak akan terjadi. Percayalah! Rapor zaman dulu ada nilai merah. Nilai merah berarti kemampuan anak kurang memadai. Zaman dulu hal seperti ini wajar saja. Sekarang, saat aku jadi guru, rupanya tak ada lagi nilai merah. Semua siswa "harus" diberi nilai di atas KKM, meskipun nyatanya ada siswa yang benar-benar tak layak dapat nilai di atas KKM. Nilai rapor tak lagi mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa nilai rapor adalah nilai ya...

13 Rekomendasi Film Inspiratif Untuk Anak-Anak; Cocok Untuk Mengisi Liburan Sekolah

"Film ini bercerita tentang seorang alien rindu kampung halaman yang mendaratkan pesawat ruang angkasanya di dekat Hutan Afrika yang penuh warna. Teman-teman hewan barunya perlu membawanya kembali ke kapalnya dan mengajarinya tentang persahabatan dan kesenangan sebelum ayahnya yang Penakluk Luar Angkasa dapat mengambil alih planet bumi ini." -- Jungle Beat: The Movie -- 13 Film Inspiratif Dalam dan Luar Negeri           Untuk mengisi kegiatan selama pesantren kilat di madrasah, aku ditugasi mengunduh film yang cocok untuk anak-anak MI. Kelas 1 dan 2 direncanakan menonton pada hari Senin, sedangkan kelas 3 hingga 6 pada hari Selasa. Aku dapat tugas mencari film untuk kelas 3 hingga 6. Agak susah mencari film untuk kelas 3 hingga 6 karena kriteria yang diberikan kepala sekolah adalah harus inspiratif.           Masalahnya, anak-anak sekarang mudah sekali bosan. Mereka terbiasa menikmati video-video pendek yang sangat menarik de...

Kaligrafi Karya Kelas 5 - MI GUPPI Rakitan - Tahun Pelajaran 2024/2025

Pada Ramadhan tahun ini, kami kembali mengadakan lomba membuat kaligrafi. Kali ini, ketentuannya adalah membuat kaligrafi dari salah satu surah dalam Al-Quran, yaitu Al-Ikhlas, Al-Falaq, atau An-Nas. Ini adalah hasil karya kelas 5 yang sempat kuabadikan dalam foto. Kuunggah di sini sebagai kenang-kenangan.  Hasilnya memang tidak terlalu bagus, selain karena memang jarang latihan, waktu pembuatannya juga mepet sekali dengan keharusan memilih salah satu surat yang untuk dibuat kaligrafi sebenarnya terbilang cukup panjang untuk kelas 5. Tapi, ini sudah lumayan, kok. 

Karya Fotografi Kelas 5 MI GUPPI Rakitan

Melihat foto ini jiwa bolangku terusik. Bisa menyaksikan pemandangan seperti dalam foto ini secara langsung pasti sangat mendamaikan pikiran. Kapan, ya? Karya Fotografi Kelas 5           Ada satu mapel baru buat kelas 5 tahun ini, yaitu informatika. Materinya berkaitan dengan algoritma, software komputer, penalaran, editing foto dan video, dan lain sebagainya. Aku menyambut baik adanya mata pelajaran baru ini. Dari materi-materi itu aku pilih yang barangkali lebih dekat dengan dunia siswa, yaitu editing foto dan video. Aku memberikan tugas pertama buat mereka untuk mengambil foto apa saja yang menurut mereka indah dan pantas dibagikan. Beberapa siswa berinisiatif mengedit foto yang mereka ambil. Itu bagus dan memang itu tujuan awalku memberi tugas ini. Ini adalah hasil tugas mereka: Bunga putih dengan latar belakang tanaman lain. Komposisinya lumayan bagus. Namun, jika yang ingin ditampilkan atau ditonjolkan adalah bagian bunganya, alangkah baiknya j...

Tidak Ada Anak Bodoh di Dunia Ini

" Mencintai anak-anak tidaklah cukup, yang juga penting adalah membuat anak-anak menyadari bahwa mereka dicintai orangtuanya ." - St. John Bosco - Tidak ada anak bodoh. Mereka yang kamu anggap bodoh sebenarnya hanya anak-anak yang kurang beruntung. Aku tak tahu ini naif atau tidak. Menurutku semua anak pada dasarnya cerdas dan baik. Tak ada anak bodoh. Tak ada anak jahat. Dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983), Howard Gardner mengidentifikasi setidaknya delapan kecerdasan berbeda yang digunakan manusia untuk bertahan hidup, berkembang, dan membangun peradaban. Kecerdasan yang dimaksud yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik. Setidak-tidaknya anak-anak pasti memiliki salah satu dari delapan kecerdasan tersebut sebagai bekal tumbuh kembangnya. Bekal unik inilah yang harus dima...