Kata
Kita tak bisa lepas dari kata. Kata ada dalam setiap sendi kehidupan kita. Banyak peristiwa besar yang terjadi dimulai dengan sepatah kata atau seuntai kata.
Konon, dunia ini pun berawal dari sepatah kata yang Tuhan lontarkan. Ketika Tuhan hendak mencipta sesuatu, Dia hanya perlu berkata “jadi” maka jadilah sesuatu itu. Pun demikian dengan dunia ini.
Kata-kata bisa menjadi awal mula konflik yang berkepanjangan. Seperti jika kau memaki orang lain, ia akan balas memakimu. Boleh jadi makiannya lebih menyakitkan dari makian yang kau lontarkan. Lantas kalian akan berseteru. Lahirlah dendam yang berkepanjangan. Dendam lahir dari rahim kata dan tumbuh dengan kata pula.
Seuntai kata juga bisa mengawali bahtera kehidupan rumah tangga. Kau dinyatakan sah berpasangan dengan kekasihmu setelah kau mengucap ijab kabul di depan para saksi.
Sejak saat itu, apa yang tadinya terlarang buat kau lakukan bersama kekasihmu kini menjadi boleh dilakukan. Kau tak lagi sendirian. Kau pun punya teman hidup yang menemanimu menempuh lika-liku kehidupan.
Kehancuran rumah tanggamu juga ditandai dengan kata. Saat kau mengucap cerai kepada kekasihmu maka saat itulah bahtera rumah tanggamu karam.
Kata juga dipakai seorang hakim untuk memvonis terdakwa. Saat kata vonis diucapkan dan palu telah diketuk, maka segala keputusan sang hakim resmi berlaku dan harus dipatuhi oleh terdakwa dan orang-orang terkait.
Seorang dokter menuliskan resep untuk pasiennya menggunakan kata. Ia menanyai kondisi dan keluhan-keluhanmu dengan kata dan kau menjawabnya dengan kata pula. Ia mendiagnosis penyakitmu dengan kata.
Seorang guru menyampaikan pelajaran dengan kata. Seorang mualaf mengawali keislamannya juga dengan seuntai kata yang menyatakan kesaksian. Kita mengikat ilmu dengan kata. Kita berpikir dengan kata.
Semua orang sibuk berkata-kata. Dunia telah dipenuhi kata-kata. Realitas kita adalah realitas kata. Sebuah dunia yang dibangun di atas persepsi dan pikiran yang tak bisa terpisah dari kata. Kita tak pernah tahu realitas objektif dari dunia ini sebab yang selama ini kita sangka sebagai realitas objektif sesungguhnya hanyalah realitas kata.
Kita selalu berada dalam ketidaktahuan akan realitas dunia ini. Itulah mengapa ada satu paradoks indah tentang ketidaktahuan: semakin banyak yang kau pelajari semakin kau sadar hanya sedikit yang kau tahu. Artinya, kau sejatinya memang tak tahu apa-apa. Kau hanya mereka-reka dunia ini sesuai pikiranmu dengan kata yang kau punya. Semakin kaya dirimu akan kata-kata semakin kau mampu mereka-reka realitas yang ada di pikiranmu. Maka, duniamu juga akan lebih kaya.
Kalau realitas yang selama ini kita pegang kuat-kuat sebenarnya hanya realitas kata yang kita buat sendiri, mengapa harus merisaukan hal-hal yang belum terjadi dan yang telah berlalu dalam hidup kita? Kau risau akan masa depan, misalnya. Padahal, masa depan itu sesungguhnya hanya ada di dalam kepalamu. Kau tidak bisa menjangkaunya karena itu hanyalah realitas kata di kepalamu. Ia sungguh tidak nyata.
Sama halnya dengan masa lalu, ia hanya hadir dalam kepalamu sebagai kenangan. Ia tidak nyata. Ia hanya ilusi pikiran yang dibangun di atas kata-kata. Kalau kau bisa memilah setiap kata yang melintas di pikiranmu, maka kau pun bisa melupakan masa lalu dan tak mencemaskan masa depan.
Hidup hanya untuk hari ini, artinya kau memfokuskan setiap realitas kata yang kau punya hanya untuk hari ini. Menerima dan melepaskan kenangan masa lalu dan kecemasan masa depan. Karena hidup sejatinya hanyalah tempat untuk terus belajar. Belajar dan belajar.
Komentar
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda!